Inovasi Desa Wirausaha

- 9 Agustus 2021, 12:19 WIB
Sadikun Citra Rusmana/Foto dokumentasi pribadi
Sadikun Citra Rusmana/Foto dokumentasi pribadi /

BERBAGAI bencana yang terjadi berdampak pada meningkatnya kerentanan kemampuan ekonomi masyarakat di beberapa daerah, khususnya di wilayah perdesaan.

Bencana yang baru terjadi adalah gempuran Siklon Seroja di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merusak 30 desa di 18 kabupaten/kota.

Di Jawa Barat, menurut catatan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), terdapat 500 desa yang masuk kategori rawan bencana hidrometeorologis (cuaca eskstrem). 

Sebagian besar desa tersebut terdapat di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bogor.

Baca Juga: Berisiko Fatal, Ini Langkah Aman Hentikan Lingkaran Setan Insomnia

Daerah ini merupakan daerah wisata alam potensial di Jawa Barat. Berbagai bencana alam tersebut memberikan beban tambahan bagi pemerintah pusat dan daerah yang sedang fokus menangani pandemi Covid-19.

Beban terberat tentu saja adalah perbaikan infrastruktur penunjang aktivitas ekonomi dan mobilisasi penduduk terutama lintasan jalan dan sarana perekonomian.

Sejak masa kekuasaan Daendels di Jawa, pembangunan jalan raya Anyer – Panarukan sepanjang 1.000 km, merupakan pembangunan jalan tol yang bertujuan memudahkan dan memperlancar eksploitasi hasil bumi dan memaksimalkan posisi desa  sebagai pusat produksi rakyat dan pemasukan negara untuk kepentingan pemerintahan Perancis (Suaedy, 2019).   

Baca Juga: PDIP Jabar Gelar Vaksinasi Massal Covid-19, Ono Surono: Gotong Royong adalah Solusi

UU Nomor 6/2014 tentang Desa menyatakan fungsi jalan raya saat ini adalah sebagai sarana penghubung antar wilayah --memposisikan desa sebagai wilayah strategis-- yang mampu memotivasi kewirausahaan masyarakat melalui pemberian penghargaan terhadap kreasi dan produksi masyarakat yang lebih nyata.

Selama masa Covid-19 dan pasca bencana, koneksi ekonomi wilayah perdesaan sebagai hulu sumber pangan dan perkotaan sebagai hilir  pemasaran komoditas agak tersendat.

Mobilisasi transportasi pengangkut pangan meskipun diizinkan tetap mengalami hambatan pergerakan dari perdesaan ke perkotaan.

Baca Juga: Sophia Latjuba Ulang Tahun Ke-51: Terima Kasih Sajian Makan Siangnya

Hal ini secara ekonomi berdampak pada rendahnya pasokan dan keterbatasan akses masyarakat untuk mendapatkan pangan.

Jika kondisi ini tak tertangani dengan percepatan perbaikan infrastruktur yang rusak dan hambatan vaksinasi, kehidupan masyarakat semakin berat.

Inovasi dan kolaborasi akan menjadi faktor penentu kemampuan recovery desa pasca bencana dan pandemi Covid-19.

Pemerintahan Desa sebagai wilayah unik yang dibentuk berdasarkan prakarsa masyarakat, tapi menjalankan program pemerintah pusat (supra-desa),  diharapkan menjadi penggerak perputaran perekonomian masyarakat desa yang berbasis pertanian.

Baca Juga: Akun Twitternya Diretas, Rachland Nashidik Seret Perusahaan Pelat Merah Telkomsel!

Keberhasilan pemerintahan Desa memulihkan perekonomian akan menjadi salah satu indikator keberhasilan pemerintah pusat dalam memitigasi dampak Covid-19 di sektor terbawah pemerintahan.

Desa merupakan wilayah geografis strategis. Ditinjau dari dua sisi yaitu sebagai penyangga kekuatan sumber pangan masyarakat Indonesia, dan  sebagai wilayah eksotis pengembangan Desa Wisata yang diharapkan mampu merevitalisasi destinasi kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Selama masa pandemi Covid-19, sektor pariwisata yang berbasis komoditas natural sangat masif terdampak.

Halaman:

Editor: Mia Fahrani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x