Aktivitas AS di Laut Tiongkok Selatan

- 21 Juni 2020, 07:39 WIB

KETIKA kita tengah disibukkan dengan persiapan New Normal atau hidup berdampingan dengan Corona secara mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Ternyata terdapat kesibukkan lain di Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Laut yang tengah menjadi rebutan berbagai negara di Asia Tenggara dan juga Tiongkok. Kesibukkan ini dapat dilihat dari aktivitas AS berupa latihan angkatan lautnya secara intensif di LTS yang menjadi wilayah sengketa, termasuk latihan bersama antara Angkatan Udara AS dan Marinir serta latihan perang kapal selam di Laut Filipina yang bersebelahan.

Kemudian, di akhir April, Pentagon mengerahkan kapal perang USS Bunker Hill, USS America dan USS Barry ke LTS. Pada 15 Mei, AS mengerahkan kapal perusak kelas USS Rafael Peralta Arleigh-Burke sekitar 116 mil laut di lepas pantai Tiongkok dekat Shanghai.

Secara signifikan, kapal-kapal tersebut diarahkan untuk operasi anti-pesawat tempur dan serangan. Dalam empat bulan terakhir di 2020, Angkatan Laut AS setidaknya empat kali beroperasi di Laut Tiongkok Selatan, terutama di area sengketa terjadi antara Tiongkok dengan sejumlah negara seperti Filipina, Vietnam dan Malaysia.

Melalui banyak sumber, saya melihat jika AS ini tengah resah oleh aktivitas Tiongkok di LTS. Bukan hanya aktivitas intimidasi fisik yang dilakukannya melainkan juga sebuah kebijakan pemerintah Tiongkok yang mengumumkan pulau buatannya di Kepulauan Spratly dan Paracel dengan membuka distrik administrasi.

Pembukaan distrik administrasi tersebut bernama Xisha dan Nansha serta di bawah kendali kota Sansha. Disamping itu terdapat kampanye maritim Tiongkok yang bernama “Laut Biru 2020”.

Kampanye tersebut mengarah ke penegakkan hukum maritim selama delapan bulan kedepan sejak 1 April hingga 30 Nopember 2020. Target dari kampanye ini adalah penegakkan terhadap pelanggaran regulasi dan hukum yang menyangkut konstruksi proyek kelautan dan pesisir serta eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai.

Secara tidak langsung kampanye ini menggagalkan kegiatan hidrokarbon dan pekerjaan konstruksi oleh para penggugat klaim lainnya (Mata Politik, 2020). Lantas, mengapa AS melakukan aktivitas ekstra regional tersebut, di tengah negaranya yang berjuang melawan pandemi dan isu rasisme? Pendorong atau stimulan kebijakan luar negeri (aktivitas) AS dalam masalah di atas bisa mengarah ke sumber daya alam.

Mengutip dari pernyataan pakar kebijakan luar negeri yakni Valerie Hudson (2007) jika sumber daya alam seperti kekayaan alam layaknya bahan tambang, mineral, minyak, kesuburan tanah dan kapabilitas agrikultur, air dan lingkungan dapat mempengaruhi atau mendorong kebijakan luar negeri suatu negara. Mempertegas pernyataan Hudson, bahwasannya minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang paling bernilai untuk diperdagangkan.

Halaman:

Editor: Kiki Kurnia


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x