Kenormalan Baru Bersepeda: Tetap Sehat dan Beretika

- 25 Juni 2020, 12:39 WIB
ilustrasi
ilustrasi /



Pemerintah memutuskan masuk pada kenormalan baru walau sebenarnya masa pandemi virus COVID-19 belum diketahui kapan akan berakhir. Saat ini kehidupan sudah mulai kembali bergerak dan berbagai aktivitas serentak bangkit kembali seakan sudah tidak ada lagi ancaman yang membahayakan kesehatan tubuh.

Padahal, di masa normal baru protokol ketat tetap harus dijalankan dengan selalu menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, dan selalu menjaga kebersihan tubuh.

Salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menangkal penyebaran virus COVID-19 adalah dengan bersepeda. Masyarakat menjadi rajin bersepeda. Penjualan sepeda melonjak drastis, baik yang baru maupun bekas.

Baca Juga: Ingat! Pesepeda yang Tak Gunakan Jalur Sepeda Bisa Dipindana Lho

Toko dan bengkel sepeda kebanjiran pesanan. Di masa pandemik bersepeda menjadi solusi alternatif terbaik untuk menemani beraktivitas dan meningkatkan kebugaran tubuh.

Sepeda dianggap sebagai moda transportasi yang lebih aman dibanding menggunakan alat transportasi publik. Masyarakat sebelumnya memandang sebelah mata karena sepeda dianggapnya kurang bergengsi.

Baca Juga: Yuk Bersepeda Aman dan Sehat di Tengah Pandemi Covid-19

Sepeda dalam Kehidupan
Bersepeda merupakan aktivitas yang telah akrab sejak masa kecil. Orang tua sedari dini mengajarkan anaknya bersepeda. Mereka merasa senang bila anaknya sudah bisa bersepeda. Sepeda sering dijadikan sebagai hadiah dari orang tua kepada anaknya, saat kenaikan kelas, ulang tahun, mampu menunaikan puasa sebulan penuh, dan berbagai momen istimewa lainnya.

Kebiasaan bersepeda terus berlanjut hingga dewasa walau harus bersaing dengan keberadaan gadget, media sosial, dan kendaraan bermotor lainnya.

Baca Juga: Bersepeda Saat Pandemi Covid-19, Ini yang Perlu Diperhatikan Goweser

Sepeda dari sejarahnya memiliki keterikatan dengan krisis. Alat sederhana beroda dua berbahan kayu yang dipatenkan pada tahun 1818 oleh seorang Jerman bernama Karl Drais tercipta setelah krisis besar melanda dunia yang saat itu menelan korban ratusan ribu jiwa.

Letusan dahsyat Gunung Tambora telah mempengaruhi suhu permukaan bumi sehingga membuat kegagalan panen dan kelaparan berkepanjangan, ditambah lagi dengan adanya wabah tipus di Eropa saat itu. Walau sudah berusia lebih dari 200 tahun, ‘kuda kayu’ ini menjadi moda transportasi favorit di normal baru. Apalagi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan setiap tanggal 3 Juni sebagai Hari Sepeda Dunia.

Baca Juga: Hari Sepeda Sedunia: Yuk Bersepeda di Tengah Covid-19 Sesuai Panduan B2W Indonesia

Kembali Bersepeda
Sepeda telah bertransformasi menjadi bagian dari gaya hidup sehat masyarakat modern. Berbagai model sepeda bermunculan dan aneka kegiatan bersepeda menjamur di mana-mana membuktikan bahwa bersepeda adalah kegiatan yang praktis dan menyenangkan.

Bersepeda dapat membunuh kebosanan selama berdiam diri di rumah dan melepas kerinduan bersosialisasi dengan teman-temannya. Walaupun demikian, kegiatan bersepeda di masa normal baru harus mengikuti protokol yang ditetapkan agar tidak menimbulkan persoalan baru.

Virus COVID-19 diketahui tersebar melalui sentuhan dan cipratan (droplet) air liur saat penderita bernafas, batuk, dan berbicara. Oleh karena itu, sangat tepat bila saat bersepeda menggunakan masker dan menjaga jarak.

Baca Juga: Kayuh Sepeda 36 Jam, Mantan Juara Tour de France Galang Dana Hingga Rp 5,7 Miliar

Halaman:

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x