Pandemi Covid-19, Masih dan Makin Berisiko

- 10 September 2020, 12:55 WIB
 Tim Dinkes Kabupaten Subang bersama GTPP Covid-19 sedang melakukan tes Swab/PCR kepada pegawai atau ASN di Kantor BP4D Subang, Rabu, 19 Agustus 2020.(dally kardilan)
Tim Dinkes Kabupaten Subang bersama GTPP Covid-19 sedang melakukan tes Swab/PCR kepada pegawai atau ASN di Kantor BP4D Subang, Rabu, 19 Agustus 2020.(dally kardilan) /


GALAMEDIA - Meningkatnya angka kasus Covid-19 kian tinggi dan mengarah ke kondisi darurat. Kebijakan AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) yang tak diiringi dengan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan di tengah masifnya deteksi Covid-19 tak ayal mengakibatkan melonjaknya kasus Covid-19.

Sejak awal karantina wilayah tak dipilih karena dikhawatirkan berdampak besar bagi perekonomian. Akhirnya dipilih pemberlakuan PSBB (Pemberlakuan Sosial Berskala Besar) guna percepatan penanganan Covid-19 selama kurang lebih 4 bulan dilanjutkan AKB saat kurva belum landai.

Melonjaknya angka positif Covid-19 hampir di seluruh wilayah Indonesia mengakibatkan negara luar menutup pintu kedatangan dari Indonesia. Pemerintah pun mulai terlihat kewalahan menghadapi pandemi yang jumlahnya saat ini lebih dari 200 ribu kasus.

Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Divaksin? Ini Vaksin yang Boleh dan yang Tidak, Berikut Manfaatnya

Ruang isolasi dan Rumah Sakit yang kian terbatas, korban tenaga medis pun terus bertambah. Pemerintah DKI Jakarta bahkan mulai menarik rem dan hendak melakukan PSBB seperti awal pandemi mulai 14 September 2020.

Begitu pun di daerah, Kota dan kabupaten Cirebon kini berstatus zona merah. Kota Cirebon bahkan menduduki peringkat ketiga masuk dalam zona risiko covid-19. Berada di bawah Bandung Barat dan Kota Depok. Dengan skor risiko sedang 2,29 (radarcirebon.com, 2/9/2020). Hal ini patut menjadi renungan bagi semua.

Layaknya sebuah musibah/bencana bagi seorang muslim adalah ujian keimanan dan kesabaran sebagaimana firman Allah Swt.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (TQS. Al Ankabut: 2-3).

Baca Juga: PSBB Jakarta: Ini Lima Kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam Menerapkan PSBB

Maka hendaknya setiap muslim bersabar atas musibah pandemi Covid-19 dengan berikhtiar menjaga kesehatan diri dan keluarganya. Mematuhi protokol kesehatan menjadi kewajiban yang harus dijalankan dengan tidak mengabaikannya.

Meski beberapa pemerintah daerah berupaya menggodok peraturan sanksi bagi yang tidak memakai masker untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat. Memakai masker bukan sekedar takut razia, namun ikhtiar menjaga kesehatan dan mencegah dharar (meluasnya pandemi) yang insya Allah berbuah pahala. Sebagaimana Hadits Rasul saw

”Tidak boleh melakukan sesuatu yang berbahaya dan menimbulkan bahaya bagi orang lain.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

Baca Juga: KPK Undang Polri-Kejagung Gelar Perkara Kasus Djoko Tjandra, Jumat 11 September Besok

Setiap muslim hendaknya juga dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari musibah pandemi Covid-19. Bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk tunduk dan patuh kepada-Nya dan menaati syariat-Nya yang membawa kebaikan bagi umat manusia di dunia dan akhirat.

Karena syariat Allah mengandung maslahat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana syariat-Nya untuk mengatasi pandemi adalah dengan melakukan karantina wilayah dan memisahkan orang sakit dengan yang sehat, serta jaminan pemenuhan kebutuhan bagi seluruh rakyat yang harus dipenuhi oleh negara, termasuk kebutuhan pokok dan kesehatan.

Tentu pandemi Covid-19 tidak berlarut dan kian bahaya. Rasulullah saw bersabda

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

Baca Juga: PSBB Jakarta: Ini Jenis Usaha yang Hanya Boleh Berjalan di Jakarta

Namun jelas pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara adalah hal yang berat dilakukan oleh negara demokrasi kapitalis saat ini. Karena kekayaan yang milik umat dikuasai oleh kapitalis raksasa. Dan negara justru dijerat dengan besarnya hutang.

Maka karantina wilayah/lockdown dalam demokrasi kapitalis saat ini tidak dipilih untuk mengatasi pandemi Covid-19. Adanya bantuan sosial yang dikeluarkan negara nyatanya belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang kian berat kala pandemi.

Sehingga masyarakat terpaksa harus menanggung risiko besar untuk tetap keluar rumah mengais rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ancaman bahaya Covid-19.

Baca Juga: Bantuan Rp500 Ribu Tiap KK Hanya Sekali, Ini Syaratnya

Maka perlu evaluasi strategi percepatan penanganan pandemi Covid-19 untuk segera dilakukan upaya yang lebih efektif dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya Covid-19 dan disiplin menaati protokol kesehatan.

Pemerintah juga bisa segera melakukan perlindungan kesehatan rakyat dengan karantina wilayah hingga pandemi dapat diatasi seraya mempermudah rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari, Muslim).

Wallahua’lam***

Pengirim:
Titis Afri Rahayu
Pengajar dan Ibu Rumah Tangga
[email protected]

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x