Pilkada 2020, Pandemi, dan Praktik Politik Uang Meraih Jabatan

- 22 September 2020, 09:46 WIB
Indra Gunawan
Indra Gunawan /Istimewa



GALAMEDIA - Pemilihan kepala daerah 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota secara serentak pada, 9 Desember 2020 di tengah pandemi. Karenanya tantangan penyelenggaraan pilkada ini tentunya lebih sulit karena harus juga memperhatikan penerapan protokol kesehatan.

Pilkada pandemi tantangan terbesarnya terkait dengan potensi Politik uang. Mengingat saat ini pandemi banyak sekali bantuan sosial yang itu dicairkan melalui pemerintah daerah.

Kendati begitu, penyakit lama Politik uang juga harus dicermati. Tidak bisa kita pungkiri di bulan-bulan memasuki pesta demokrasi sekarang, modus politik uang untuk mengait masa merajalela sampai ke pelosok negeri, demi menjadi kepala daerah di masing-masing daerah.

Baca Juga: Dibuat 515 Tahun Lalu, Belum Selesai pun Patung Karya Michelangelo Ini Dibanderol Nyaris Dua Triliun

Karena di tengah situasi yang terpuruk seperti ini bisa saja masyarakat kita berubah menjadi sangat permisif terhadap politik uang dan bisa berkembang modus-modus baru dengan memanfaatkan pandemi Covid-19.

Praktik Politik uang berpotensi meningkat pada Pilkada 2020, karena digelar di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, kepala daerah yang akan maju kembali dalam pilkada rawan menyalahgunakan kewenangan.

Karena kondisi pandemi ini ekonomi kurang baik maka potensi Politik uang juga bisa tinggi dibanding kondisi pada pilkada-pilkada sebelumnya. Karena ada relasinya.

Baca Juga: Alhamdulillah, Bendung Katulampa Bogor Tak Lagi Siaga 1

Modus Politik uang dapat berupa pembagian uang, pembagian sembako, dan pembagian voucher. Dalam kondisi Covid-19, modus politik uang juga bisa saja dalam bentuk pemberian bantuan alat kesehatan, alat pelindung diri (APD), maupun bantuan sosial (bansos).

Pilkada yang di laksanakan pada tahun pandemi sekarang, kita sulit membedakan antara bantuan dari pemerintah dan bantuan dari calon. Karena saat pandemi sekarang ini masyarakat lagi butuh-butuhnya bantuan. Perekonomian masyarakat sedang merosot.

Dalam kondisi ini masyarakat memerlukan bantuan sehingga ada kekuatan baru untuk memberikan uang atau memberikan barang tapi sebagai kepentingan politik.

Baca Juga: Gmail Bisa Disetel Jadi Email Default di iOS 14, Begini Langkah-langkahnya

Soal politik uang ini terjadi bukan sekadar pada masa kampanye ada bagi-bagi uang ke masyarakat, bahkan kita juga banyak mendengar, ketika masa pencalonan pun kita mendengar ada istilahnya uang mahar.  Praktik politik uang ini juga tidak hanya dilakukan peserta pemilu ke masyarakat.

Sebab (politik uang) bisa saja datangnya dari pasangan calon sebagai peserta pilkada, bisa dari partai politik, bahkan datangnya bisa dari masyarakatnya sendiri sebagai pemilih.

Praktik politik uang ini sangat sulit untuk dibuktikan apa lagi di masa pandemi sekarang ini. sangat susah kita mengetahuinya karena ia bisa bersembunyi dengan program-program penanggulangan wabah pandemi.

Baca Juga: Siap-siap, Oppo Bakal Rilis Ponsel Baru Awal Bulan Depan

Hal yang jadi masalah, politik uang ini terkadang sulit untuk membuktikannya, yang melaporkan khawatir kalau dilaporkan justru dikriminalisasi balik, jadi serba salah.

Kondisi pandemi ini jangan digunakan untuk menggoda wong cilik untuk melakukan perbuatan yang menggiring pada pilihan politiknya, "Biarlah mereka (pemilih) bebas untuk menentukan pilihan politiknya".

Baca Juga: Cocok untuk Sarapan, Ini Resep dan Cara Masa Omlet Telur Spesial Ala Rumahan yang Yummy

Selain itu, kita juga perlu menyoroti petahana atau para kepala daerah yang berkontestasi dalam Pilkada agar benar-benar menjadi pemimpin masyarakatnya. Sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk memastikan rakyatnya tetap sejahtera dalam kondisi apa pun, termasuk dalam masa pandemi Covid 19.

Sehingga wajar jika seorang kepala daerah mengeluarkan anggaran atau program yang melepaskan rakyatnya dari lesunya ekonomi saat ini.

Namun, para petahana agar tidak menjadikan program pengentasan kemiskinan atau program pembagian subsidi sebagai komoditas kampanye. “Jangan diklaim anggaran itu seolah-olah untuk kepentingan pencalonan demi kemenangan incumbent".

Baca Juga: Catat! Ini 3 Hal yang Akan Menyelamatkan, Merusak, Meningkatkan Derajat, dan Menghapus Dosa

Di karenakan pilkada 2020 sekarang merupakan pesta demokrasi alat untuk memilih pemimpin. Pemimpin yang dipilih bukan semata memiliki misi untuk menyejahterakan rakyatnya saja, melainkan juga pemimpin yang visioner dan bermartabat.

Oleh karena itu, berharap semua pihak termasuk kontestan Pilkada 2020 tetap menjaga demokrasi di Indonesia dengan merujuk pada nilai-nilai Pancasila, jangan  gara-gara demi meraih jabatan nomor satu di daerah kita mencederai azaz demokrasi kita ini. ***

Pengirim:
Indra Gunawan
Mahasiswa STAI-PIQ Sumbar Jurusan Tafsir Al-Qur’an
[email protected]

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x