Pinangki Sirna Malasari Divonis Jauh Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa

- 8 Februari 2021, 18:43 WIB
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani sidang Pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 18 Januari 2021.
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani sidang Pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 18 Januari 2021. /ANTARA/Reno Esnir


GALAMEDIA - Pinangki Sirna Malasari akhirnya divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Hakim Pangadilan Tipikor Jakarta, Senin 8 Februari 2021.

Ia dinyatakan terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA), dan melakukan TPPU, serta melakukan permufakatan jahat.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Dr Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah san meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua, dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider," kata hakim ketua Ignasius Eko Purwanto saat membacakan amar putusan.

Disebutkan, Pinangki melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca Juga: Wajib Tahu! Ternyata Cokelat Baik untuk Otak Anda Lho

Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

Kemudian Pinangki melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.

"Menjatuhkan hukuman pidana hukum kepada terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila tidak tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ucap hakim Eko.

Dalam pertimbangannya, hakim Eko mengatakan Pinangki terbukti membuat action plan yang isinya 10 poin upaya pengajuan fatwa MA Djoko Tjandra.

Pinangki disebut membuat action plan dalam bentuk surat kemudian mengirimkan action plan itu ke Anita Kolopaking.

Baca Juga: Kabar Gembira! iKON Bakal Segera Comeback

"Menimbang aplikasi chat WA terdakwa dengan Anita Dewi Kolopaking 3 Februari 2020 yang isinya tidak disangkal terdakwa, telah terbukti benar kesepakatan pembuatan action plan telah ditindaklanjuti Andi Irfan Jaya, saksi Anita, dan terdakwa yang membuat action plan tersebut," katanya.

"Dapat disimpulkan action plan telah dibahas bersama oleh terdakwa dan dibuat dalam bentuk surat oleh terdakwa, dan dikirim Anita untuk dikoreksi. Menimbang dapat dipastikan action plan sebagai rencana kegiatan yang dituangkan proposal adalah benar adanya," lanjutnya.

Disebutkan Hakim, Pinangki menerima uang down payment (DP) USD 500 dari Djoko Tjandra berkaitan dengan action plan yang mengupayakan agar Djoko Tjandra bisa ke Indonesia tanpa dieksekusi terkait kasus hak tagih (cessie) Bank Bali. Uang itu diterima melalui Andi Irfan Jaya.

Meski begitu, Hakim menyebutkan Pinangki hanya menguasai USD 450 ribu. Soalnya uang USD 50 ribu diberikan Pinangki ke Anita Kolopaking sebagai legal fee pengacara Djoko Tjandra.

Baca Juga: Resep Ayam Teriyaki Ala Jepang, Mudah dan Cepat

"Dengan demikian terdakwa telah kuasai uang DP dari Joko Soegiarto Tjandra sebesar USD 450 ribu. Menimbang berdasarkan fakta hukum tersebut, bahwa DP 50 persen atau DP USD 500 ribu yang diperuntukkan saksi Anita sebesar USD 100 ribu dan sisanya USD 400 ribu diperuntukkan terdakwa, dan saksi Andi Irfan Jaya benar telah diterima terdakwa melalui Andi Irfan."

"Namun USD 50 ribu diberikan saksi Anita Kolopaking sehingga USD 450 ribu dikuasai oleh terdakwa. Sisa USD 450 ribu dinikmati oleh terdakwa, oleh karenanya sisa DP dapat dikategorikan sebagai pemberian saksi Joko Soegiarto Tjandra kepada terdakwa," beber hakim.

Selain itu, hakim menyatakan Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Hakim menilai gaya hidup Pinangki tidak sesuai dengan gajinya sebagai jaksa.

"Menimbang beberapa perbuatan baik dalam hal mentransfer, menghibahkan, jika dihubungkan profil terdakwa sebagai jaksa yang berpenghasilan Rp 9 juta, dan tidak memiliki penghasilan lain selain dosen, maka patut diduga transaksi di atas adalah transaksi bersumber tipikor sebagaimana telah diuraikan dakwaan satu."

"Menimbang, maka unsur menempatkan, mengalihkan mentransfer, menitipkan, membawa ke luar negeri, atau perbuatan lain telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa," kata hakim anggota Agus Salim.

Baca Juga: Jokowi Minta Masyarakat Aktif Sampaikan Kritik, Ernest Prakasa Tertibkan Dulu Relawan Bapak

Adapun total TPPU yang dilakukan Pinangki USD 375.279 atau setara dengan Rp 5,2 miliar. Hakim meyakini TPPU yang dilakukan Pinangki berasal dari korupsi.

"Jumlah ditransfer, dialihkan dibelanjakan keseluruhan 375.279 dolar AS atau setara Rp 5.253.905.036 sebagaimana diuraikan sebelumnya berasal dari tindak pidana korupsi penerimaan uang 500 ribu dolar AS dari jumlah keseluruhan 1 juta dolar AS dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui Andi Irfan Jaya agar putusan PK terhadap Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra tidak perlu menjalani hukuman pidana," papar hakim Agus.

Selanjutnya, Pinangki pun terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Andi Irfan dan Djoko Tjandra. Hakim mengatakan Pinangki terbukti berencana memberi sesuatu kepada pejabat Mahkmah Agung dan Kejagung sebagaimana di action plan.

"Menimbang bahwa dari fakta hukum dapat disimpulkan adanya kesepakatan antara terdakwa, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra agar saksi Djoko Tjandra bisa ke Indonesia tanpa jalani perkaranya dengan upaya fatwa MA, dan Djoko Tjandra akan memberikan USD 10 juta kepada pejabat MA dan Kejagung," ucap hakim anggota Suharno.

Sebelumnya, Pinangki dituntut jaksa dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x