Usai Surati Presiden Jokowi, Keluarga Korban Penembakan KM 50 Kembali Undang 5 Polisi Lakukan Mubahalah

- 3 Maret 2021, 16:57 WIB
Ilustrasi - Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar FPI di Karawang, Jawa Barat, Senin 14 Desember 2020.
Ilustrasi - Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar FPI di Karawang, Jawa Barat, Senin 14 Desember 2020. /Antara Foto/Muhamad Ibnu Chazar/


GALAMEDIA - Setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan rekomendasi adanya tindakkan pelanggaran HAM, hingga saat ini kasus penembakan enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 Karawang belum ada kejelasan.

Sehubungan hal itu, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) mengundang lima personel polisi, untuk melakukan sumpah muhabalah bersama pihak keluarga korban.

"Jadi polisi merasa paling benar, yang kemudian keluarga korban merasa paling benar, menurut sistem Islam maka mubahalah," kata anggota TP3 Abdullah Hehamahua, Rabu 3 Maret 2021.

"Kita bukan menantang tapi mengundang Polda, Humas Polda, dan beberapa perwira yang dianggap terlibat dalam peristiwa Desember itu di KM 50 untuk melakukan mubahalah," lanjutnya.

Baca Juga: Kerap Serang Anies Baswedan Soal Banjir Jakarta, PSI Kena 'Tampol' Presiden Jokowi?

Abdullah pun menyebutkan nama-nama yang diundang yakni Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, serta tiga personel kepolisian yang terlibat peristiwa penembakan itu.

Ia pun mengungkapkan dua alasan mengapa pihaknya menyarankan sumpah muhabalah. Pertama, pihaknya meminta penetapan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.

"Kita sudah ajukan surat ke Presiden untuk menyampaikan data-data temuan di lapangan. Tapi dijawab bahwa itu sudah ditangani oleh Komnas HAM. Hasil rekomendasi Komnas HAM yang pertama bahwa ini bukan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM biasa. Sedangkan temuan teman-teman di lapangan itu adalah pelanggaran HAM berat," papar Abdullah.

Baca Juga: Habis Miras Terbitlah Polemik Rempeyek. Said Didu Tagih Janji Jokowi: Selalu Sebaliknya yang Terjadi

Alasan Kedua, lanjut dia, pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM sudah terlalu lama berjalan dan tak ada kejelasan.

"Yang kedua, dari Komnas HAM itu rekomendasinya supaya ditangani oleh pihak terkait, ini sudah cukup lama," tambah Abdullah.

Berdasarkan wawancara dengan keluarga korban, mereka menilai tak masuk akal anggota laskar FPI memiliki senjata api saat kejadian di KM 50 itu.

Baca Juga: Nino Resmi Gugat Cerai Elsa, Al Galau Ditinggal Andin: Sinopsis dan Link Ikatan Cinta 3 Maret 2021

"Temuan yang disampaikan dari pihak kepolisian dan Komnas HAM bahwa 6 orang anggota FPI yang di Km 50 membawa pistol. Saya dengan teman-teman mewawancarai langsung mendatangi rumah keluarga 6 korban itu dan itu kami menyaksikan rumah mereka, kondisi mereka dan data-data yang keluar di semua itu, penghasilan mereka setiap bulan apa, itu tidak logis mereka punya senjata," ujarnya.

Dikatakan, Presiden Jokowi melalui Menko Polhukam Mahfud telah meminta penanganan kasus secara cepat. Namun, sampai hari ini belum jelas siapa pelaku penembakan.

"Presiden atas dasar rekomendasi Komnas HAM melalui Menko Polhukam supaya ditangani secepatnya, transparan, tapi sampai hari ini tidak ada informasi, siapa yang bertanggung jawab, dianggap sebagai terduga melakukan pembunuhan itu tidak ada," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x