GALAMEDIA – Bohong merupakan bagian dari perbuatan tercela dan harus dihindari. Sebab hal ini akan berdampak buruk terhadap pelakunya, apalgi dosa merupakan bagian dari dosa.
Melakukan kebohongan hanya diperbolehkan dalam perkara tertentu yang mempunyai tujuan baik, karena berbohong sebagai sarana untuk menempuh tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Terdapat kaidah fiqih yang berbunyi:“Al wasa’il tattabi’ al maqashid fi ahkamihaa.” Artinya: Segala jalan/perantara itu hukumnya mengikuti hukum tujuan. Allah dan Rasul hanya memperbolehkan kaum muslim berbohong terhadap tiga perkara semata yang bertujuan untuk bersiasat dalam perang, mendamaikan, dan menjaga hubungan baik.
Baca Juga: Brace Sebastien Haller Bawa Ajax Sisihkan PSV Eindhoven
“Saya tidak mendengar ada keringanan dalam suatu kebohongan yang dikatakan oleh manusia kecuali pada tiga perkara: dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan pasangan kepada istrinya, dan pembicaraan istri kepada suaminya.” (HR. Bukhari No. 2692)
Maksud berbohong pada tiga perkara tersebut yakni bukan kebohongan murni, tetapi berbentuk ta’ridh, yakni ucapan yang tidak berterus terang. Akan tetapi melakukan kebohongan di luar tiga perkara tersebut maka dilarang.
Imam Raghib al-Ashfanni mengatakan bahwa bohong merupakan pangkal dalam ucapan. Hal ini karena pelakunya telah menyalahi ucapan dengan apa yang ada di dalam hatinya
Menurut Imam An-Nawawi, bohong dimaknai sebagai kabar sesuatu yang menyalahi kenyataannya. Kaum muslim dilarang untuk mengatakan atau berbuat sesuatu hal yang memang tidak diketahui karena itu sebagai perbuatan bohong.
Baca Juga: Sevilla Menangi Leg Pertama Semifinal Copa del Rey saat Junpa Barcelona