Tokoh NU, KH. Achmad Chalwani Ungkap Fakta Kartini yang Selama Ini Tidak Diajarkan di Sekolah

- 21 April 2021, 11:13 WIB
Tokoh NU, KH. Achmad Chalwani Ungkap Fakta Kartini yang Selama Ini Tidak Diajarkan di Sekolah
Tokoh NU, KH. Achmad Chalwani Ungkap Fakta Kartini yang Selama Ini Tidak Diajarkan di Sekolah /Pikiran Rakyat/Hening Prihatini



GALAMEDIA - KH. Achmad Chalwani, Mursyid TQN dan pendiri STAI An-Nawawi Purworejo, membeberkan fakta Kartini yang selama ini tidak pernah diajarkan di bangku sekolah.

Sebelumnya diketahui, setiap tanggal 21 April di setiap tahunnya, bangsa Indonesia selalu memperingati tanggal tersebut sebagai hari Kartini.

Dipilihnya tanggal 21 April sebagai hari nasional karena tanggal tersebut merupakan hari lahir Kartini, tepatnya pada 21 April 1879.

Kartini terkenal sebagai tokoh Pahlawan Nasional Indonesia dan tokoh emansipasi wanita Indonesia.

Baca Juga: Rayakan Hari Kartini, Yuk Kenang Perjuangan RA Kartini dengan Menonton Film Ini

Namun, KH. Achmad Chalwani menceritakan sosok lain dari pemilik nama asli Raden Adjeng Kartini.

Dikutip Galamedia dari Instagram @nuonline_id, KH. Achmad Chalwani menceritakan bahwa saat Kartini berusia 13 tahun.

Kartini kecil sudah belajar mengaji Alquran bersama gurunya Kiai Sholeh Darat, Semarang.

Kiai Sholeh Darat terkadang mengajar tafsir memakai bahasa Jawa.

Baca Juga: Heboh Reshuffle Kabinet, Mardani Ali Sera: Jokowi Ikut Reformasi Birokrasi Saja

Yang menarik, pernah ada dialog antara Kartini dan gurunya, Kiai Sholeh.

Ketika Kartini diajarkan Tafsir memakai Bahasa Jawa, Kartini mengatakan bahwa hatinya terasa tentram.

Oleh karena itu, Kartini memberikan usul kepada Kiai Sholeh untuk menafsirkan Alquran seluruhnya memakai Bahasa Jawa.

KH. Achmad Chalwani mengatakan, tujuan Kartini ingin gurunya menafsirkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa adalah untuk menjadi pegangan teman-temannya, putri-putri Jawa.

Kiai Sholeh pun mengatakan pada Kartini bahwa menafsirkan Alquran itu tidak mudah dan tidak setiap orang diperbolehkan menafsirkannya.

Baca Juga: Masuk Forbes 30 Under 30 Asia 2021, Intip Fakta Seputar Jerome Polin

Kiai Sholeh kemudian menjelaskan, orang tersebut harus memiliki ilmu gramatika arab, nahwu, shorof, ilmu badi', ma'ani, bayan, muhasnatil kalam, dan lain sebagainya.

Namun, setelah Kiai Sholeh menjelaskan hal tersebut, ia malah menundukan kepala dan menangis.

Kiai Sholeh menangis karena tekad Kartini yang kuat.
Ternyata, Kartini meyakinkan sekali lagi gurunya karena Kartini yakin bahwa Kiai Sholeh sudah memiliki semua ilmu yang dibutuhkan untuk menafsirkan Alquran.

Dengan kekuatan dari muridnya, akhirnya Kiai Sholeh pun memulai penafsiran Alquran ke dalam Bahasa Jawa.

Baca Juga: Moeldoko Beberkan Kemunduran Indonesia di Era Jokowi, Legislator: Begal Partai Masuk Peradaban Zaman Batu

Pada saat selesai 13 Juz, tafsiran tersebut kemudian dicetak pertama di Singapura dengan judul 'Faidur Rohman fii Tafsiri Ayatil Qur'an, karya Kiai Sholeh, usul R.A. Kartini'.

Setelah dicetak, Litbang Kementerian Agama menyatakan bahwa Tafsir Faidur Rohman adalah tafsir pertama di Asia Tenggara.

Oleh karena itu, KH. Achmad Chalwani meminta para orang tua untuk mengikuti jejak Kartini dalam membaca Alquran.

KH. Achmad Chalwani menyayangkan, sejarah Kartini mengaji Alquran tidak pernah diceritakan di bangku sekolah padahal sosok Kartini memiliki prestasi lain selain membuat buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x