GALAMEDIA - Seniman terus mengaktualisasi diri. Berkarya berdasarkan ekspresi estetik yang dibutuhkan masyarakat. Cepat beradaptasi dengan jiwa zaman.
Seniman harus kreatif sesuai kodrat kesenimanannya. Bergulat pada proses secara konsisten untuk sampai kepada pengungkapan kebenaran yang menyentuh.
Hal ini antara lain pandangan yang mengemuka dalam bincang-bincang ‘Bursa Prakarsa’ (Marketplace), yang diselenggarakan Pelaksana Proyek Mobile Arts for Peace (MAP), yang berlangsung di Padepokan Ciliwung Condet (PCC), Jakarta Timur, Selasa 4 Mei 2021.
Hadir di acara tersebut antara lain, Dr. Harla Sara Octarra, M.Sc, Ketua Proyek MAP untuk Indonesia, Jose Rizal Manua dan Eddie Karsito (seniman dan budayawan), serta beberapa pimpinan lembaga seni.
"Para partisipan dari berbagai disiplin seni yang beragam, serta pengalaman menggunakan seni untuk pemberdayaan dan mengangkat isu-isu sosial ini, diharapkan mampu memberikan umpan balik yang konstruktif bagi kegiatan Mobile Arts for Peace," ujar Dr. Harla Sara Octarra, M.Sc.
MAP, terang Harla, adalah program yang diinisiasi University of Lincoln, Inggris. Merupakan program berbasis seni dan budaya yang melibatkan anak-anak muda, untuk membangun kesepahaman dan perdamaian, khususnya di empat Negara; Kyrgyzstan, Rwanda, Indonesia, dan Nepal.
Projek MAP di Indonesia, menurut rencana akan dilaksanakan hingga tahun 2024 mendatang. Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi basis awal pelaksanaan kegiatan yang melibatkan anak-anak muda rentang usia 12 – 20 tahun ini.