Wajib Tahu! Ini 4 Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah

- 15 Juli 2021, 10:20 WIB
Ilustrasi berkurban
Ilustrasi berkurban /FREEPIK/freepik

GALAMEDIA - Hukum asal berkurban adalah sunnah kifayah (kolektif), artinya bila dalam satu keluarga sudah ada yang mengerjakan, sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lain. Bila tidak ada satu pun dari mereka yang melaksanakan, maka semua yang mampu dari mereka terkena imbas hukum makruh.

Dikutip Galamedia dari laman nu.or.id, kurban bisa berubah menjadi wajib bila terdapat nazar, misalnya ada orang bernazar kalau lulus sekolah atau dikaruniai anak, ia akan berkurban dengan seekor sapi.

Saat cita-cita yang diharapkan tercapai, maka wajib baginya untuk mengeluarkan hewan kurban yang ia nazarkan. Dalam kondisi demikian, hukum berkurban baginya adalah wajib.

Baca Juga: Subhanallah, Sejarah Kurban Pertama Manusia Ternyata Berawal dari Konflik Qabil dan Habil, Ini Pesan Moralnya

Secara umum kurban sunnah dan kurban wajib memiliki beberapa titik kesamaan, misalnya dari segi waktu pelaksanaan, keduanya dilaksanakan pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Bila dilakukan di luar waktu tersebut, maka tidak sah sebagai kurban. Tata cara menyembelih mulai dari syarat, rukun dan kesunnahan juga tidak berbeda antara dua jenis kurban tersebut.

Keduanya menjadi berbeda dalam empat hal sebagai berikut: Pertama, hak mengonsumsi daging bagi mudlahhi (pelaksana kurban).

Baca Juga: Jelang Idul Adha, Berikut Tips Menyimpan Daging dalam Kulkas Agar Kualitasnya Tetap Terjaga

Dalam kurban sunnah, diperbolehkan bagi mudlahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.

Halaman:

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x