Ritus Ngarekès Kidung Pangjurung Saripanggung, Seniman Butuh Panggung bukan Bantuan Sosial

- 20 Juli 2020, 16:32 WIB
/

GALAMEDIA - "DIKURUNG teu diawur, dicangcang teu diparaban". Itulah kidung ki Dalang Ari Dukun mengiri ritus Ngarekès Kidung Pangjurung Saripanggung di Trotoar Jalan Diponegoro depan Gedung Sate Bandung, Senin 20 Juli 2020.

Kidung tersebut mewakili suara para seniman, terutama seniman tradisi yang hampir empat bulan lebih tidak bisa mencari nafkah lewat kesenian karena pandemi Covid-19 yang melanda seluruh negeri.

Ritus ngarekès Kidung Pangjurung Saripanggung sengaja digelar Masyarakat Seni Rakyat Indonesia (MASRI) bersama sejumlah seniman Jawat Barat di Depan Gedung Sate Bandung untuk meminta dan mengguhah rasa Gubernu Jawa Barat Ridwan Kamil dan para kepala daerah di Jawa Barat untuk memberikan kelonggaran kepada para seniman tradisi untuk bisa kembali manggung (berkesenian) baik di temoat hajatan maupun even-even tradisional lainnya seperti ruwatan.

Baca Juga: Terkurung di Rumah yang Mahaluas, Tak Punya Teman Meghan Markle Khawatirkan Perkembangan Archie

Ngarekès diawali dengan pembacaan doa hang dilakukan Bah Nanu sambil membakar kemenyan diikuti para seniman lainnya. Pembacaan doa diiringi suara ngekngek dan kecapi (tarawangsa) serta suara sinden Mamah Enung sehingga suasana semakin magis.

Sementara di depannya, empat gadis penari tergolek didepan dengan membentuk empat penjuru mata angin. Kempatnya masih gadis suci (Cantika, Tita, Tika, dan Adel) gambaran hati oara seniman melakukan ngarekès dengan niat yang suci. Semakin kencang doa dipanjatkan, semakin mengepul pula asap kemenyan berwarna putih membumbung ke udara.

Selang beberapa menit kemudian, Bah Nanu mengambil seikat daun hanjuang yang kemudian dimasukan kedalam air suci yang telah diberi doa-doa. Air suci tersebut terus dipercikan ke empat gadis penari, yang seketika itu langsung terbangun.

Baca Juga: Hasna Syakila Gumilar, Juara Poomsae Virtual Tingkat Internasional
Mereka kemudian menari mengikutin alunan musik tarawangsa (sebuah seji aslu Kabupaten Sumedang). Ki dalang mengiring dengan kidung "lilir ya werbangun kaya mgimpen sarè". Kidung dan tarian ini sengaja disajikan sebagai gambaran para seniman mulai bangkit dari tidur panjang karena pandemi Covid-19.

Para penari terus menari sambil mengibas- ngibaskan kain samoing ke kir8 dan ke kanan. Kain samoing menjadi sara tarian karena manusia tidak pernah lepas dengan sandang saat beraktivitas. Sementara daun pisang yang dijadikan alas mengambarkan kesederhanaan.

Ini semua menggambarkan sederhana permintaan para seniman tradisi pada pemerintah, yakni dibuka kembalinya ajtivitas berkesenian, baik diacara hajatan, ritual maupun even tentunta dengan protokol kesehatan yang ketat.

Baca Juga: GoRide Kembali Layani Bandung dan Dukung Pemerintah Cegah Penyebaran Covid-19

Terlebih saat Si Cepot yang menjadi bagian dari ritus Ngerekès Kidung Pangjurung Saripanggung. Si Cepot dengan Ki Dalang Ari Dukun dari LS Munggulpawenang Kota Bandung ini mengungkapkan, bahwa negara sedang bersusah dan banyak masyarakat yang menjadi korban, termasuk para seniman.

Namun si Cepot meminta pada pemerintah agar tidak mengurung kreativitas para seniman tapi tanpa ada solusi (dikurung teu diawur, dicangcang teu diparaban).

"Kaki butuh panggung untuk menncari makan. Jika tidak ada panggung, kami pun tidak akan makan. Para seniman hidupnya sangat bergantung pada jdwal manggung," kata si Cepot.

Baca Juga: Lakukan Uji Klinis III, Ribuan Warga Bandung Bakal Disuntik Vaksin Virus Corona asal China

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x