Ini Dia Hukum dan Penjelasan Tentang Shalat Jumat di Saat Perayaan Idul Adha

- 31 Juli 2020, 10:10 WIB
Suasana salat berjemaah di Masjid Nurul Huda di Kampus UNS kawasan Kentingan.
Suasana salat berjemaah di Masjid Nurul Huda di Kampus UNS kawasan Kentingan. /

GALAMEDIA - Hari raya Idul Adha 2020 ini bertepatan dengan hari Jumat. Ini bukan kali pertama hari raya bertepatan dengan hari Jumat.

Kendati demikian, ada sejumlah pertanyaan yang sering mucul di momen seperti ini. Salah satunya tentang shalat Jumat.

Perlukah kita shalat Jumat jika telah melaksanakan shalat id?

Salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama melalui situs resminya menyebutkan, pelaksanaan shalat id memiliki kemiripan dengan pelaksanaan shalat Jumat.

Baca Juga: Dispernak KBB Terjunkan 36 Petugas Pemeriksaan Post Mortem Hewan Kurban

Dalam hadits, umat muslim mendapati keringanan (rukhshah) atas kewajiban shalat Jumat bagi orang pedalaman yang menghadiri pelaksanaan shalat id di kota pada pagi hari. Hadits rukhshah ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam berikut ini:

“Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan keringanan (rukhshah) perihal tidak mengikuti shalat Jumat. Rasulullah kemudian bersabda, ‘Siapa yang ingin shalat Jumat, silakan!’" (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim).

Dari hadits ini, ulama dari mazhab Syafi’i kemudian berpendapat, agama memberikan keringanan bagi penduduk pedalaman yang telah bersusah payah menghadiri pelaksanaan shalat id pada pagi hari untuk kembali ke kediaman mereka di pedalaman tanpa perlu kembali lagi untuk mengikuti shalat Jumat pada siang harinya.

Baca Juga: Puluhan Tahanan Polres Cimahi Shalat Idul Adha Dari Balik Jeruji

“Bila hari Id berbarengan dengan hari Jumat–sementara penduduk pedalaman yang sampai kepada mereka untuk shalat id itu mengadiri shalat id serta mereka mengerti bila bergeser ke pedalaman (kembali) akan luput dari shalat Jumat–maka mereka boleh bergeser sejak pagi dan boleh meninggalkan shalat Jumat pada hari tersebut menurut pendapat shahih yang tersebut nashnya pada qaul qadim dan jaded. Tetapi menurut qaul syadz yang tidak umum, mereka wajib bersabar menahan diri untuk menghadiri gabungan keduanya (shalat id dan Jumat),” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 9-10).

Pandangan Mazhab Syafi’i ini juga dapat ditemukan dari keterangan Imam As-Sya’rani berikut ini:

“Salah satunya adalah pendapat Imam As-Syafi’i, ‘Jika hari Id berbarengan dengan hari Jumat, maka kewajiban shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kota dengan sebab pelaksanaan shalat id. Lain halnya dengan penduduk pedalaman, bila mereka menghadiri shalat Id, maka kewajiban shalat Jumat gugur dari mereka. Mereka boleh meninggalkan Jumat dan bergeser menuju kediaman mereka di pedalaman’” (Imam As-Sya’rani, Al-Mizanul Kubra, [Beirut, Darul Fikr: 1981 M/1401 H], juz I, halaman 202).

Baca Juga: Hati-hari, Ini Bakteri Pada Daging Jika Dimasak Kurang Matang

As-Sya’rani menambahkan, ada pandangan lain yang lebih berat dan bahkan lebih ringan ketika hari raya id dan hari Jumat berbarengan di hari yang sama. Imam Abu Hanifah mewajibkan shalat Jumat bagi penduduk kota dan penduduk pedalaman.

Ahmad bin Hanbal menyatakan ketidakwajiban shalat Jumat bagi penduduk kota dan penduduk pedalaman. Kewajiban shalat Jumat telah gugur sebab pelaksanaan shalat id pada pagi hari. Penduduk kota dan pedalaman dapat menggantinya dengan shalat zuhur.
Sementara Imam Atha mengatakan, kewajiban shalat Jumat atau shalat zuhur telah gugur sehingga setelah pelaksanaan shalat Id tidak ada shalat lain selain ashar.

Baca Juga: Menteri Pertanian Zimbabwe Menjadi Pejabat Senior Pertama yang Meninggal Akibat Covid-19

Pendapat As-Syafi’i meringankan orang pedalaman. Pendapat Abu Hanifah membebani orang kota dan orang pedalaman. Pendapat Ahmad bin Hanbal meringankan orang kota dan orang pedalaman. Pendapat Imam Atha sangat meringankan orang kota dan orang pedalaman. Tetapi pilihan atas pelbagai pendapat itu dikembalikan pada pertimbangan yang proporsional. (As-Sya’rani, 1981 M/1401 H: I/202).

Dalam konteks Indonesia, terutama di pulau Jawa, di mana hampir setiap desa memiliki masjid yang menyelenggarakan Jumat. Maka konsep penduduk kota dan penduduk pedalaman yang sulit mengakses masjid karena problem jarak atau geografis yang menyulitkan dalam kajian fiqih tidak kontekstual pada sebagian besar daerah di Indonesia.

Dengan demikian, kita dapat mengembalikan shalat idul adha dan shalat Jumat pada hukum asalnya. Kita tetap melaksanakan shalat sunnah idul adha dan shalat Jumat yang wajib.***


Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x