Haid Tak Lancar, Lalu Bagaimana dengan Jadwal Shalat dan Puasanya?

- 28 Maret 2023, 18:30 WIB
Ilustrasi haid saat bulan Ramadhan.
Ilustrasi haid saat bulan Ramadhan. /Pixabay / unknownuserpanama

Artinya, “Adapun minimal haidh yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan di dalamnya. Justru haidh akan terselang oleh waktu bersih. Seperti si perempuan melihat darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu pun juga dianggap haidh karena turut kepada haidh, dengan syarat kejadian itu tidak lebih dari 15 hari dan tidak kurang dari haidh minimal.”


إذْ مَعَ التَّقْطِيعِ إنْ بَلَغَ مَجْمُوعُ الدِّمَاءِ يَوْمًا وَلَيْلَةً فَالْجَمِيعُ حَيْضٌ وَيَلْزَمُ الزِّيَادَةُ عَلَى الْأَقَلِّ وَإِلَّا فَلَا حَيْضَ مُطْلَقًا

Artinya, “Ketika haidh disertai keterputusan darah, maka bila jumlah waktu keluarnya mencapai sehari semalam, maka seluruhnya adalah haidh. Pastinya ada penambahan waktu minimal. Jika tidak, maka secara mutlak tidak ada haidh.” (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil-Minhaj, jilid 1, hal. 389).


Dengan begitu jika seorang perempuan mengalami haid paling sedikit darahnya, sekaligus paling singkat waktu keluarnya, maka harus dipastikan darahnya keluar secara terus menerus selama sehari semalam atau 24 jam.

Walaupun rentang waktu keluar darah mencapai satu hari satu malam, namun karena darahnya tidak lancar, dan saat diakumulasikan tidak mencapai 24 jam, maka itu bukan haid.

Baca Juga: Link dan Cara Cek Hasil Pengumuman SNBP 2023, 143.805 Orang Diterima Perguruan Tinggi Negeri, Kamu Termasuk?

Ketika darah keluar tidak lancar, kemudian waktu keluarnya lebih dari satu hari serta tidak lebih dari 15 hari, maka harus dihitung akumulasi waktu keluarnya. Bila mencapai 24 jam, maka itu darah haid. Sebaliknya, jika tidak mencapai 24 jam, berarti itu bukan haid.

Ketika darah keluar tidak lancar, dan waktu keluarnya lebih dari satu hari, kemudian saat diakumulasikan waktu keluarnya itu mencapai 24 jam atau lebih, maka itu dianggap haid.

Waktu-waktu saat tidak keluar darah, dalam pandangan mazhab as-Syafi‘i, tetap dianggap haid, dengan catatan akumulasi jam keluarnya lebih dari 24 jam, dan rentang waktu hari keluarnya tidak lebih dari 15 hari.

Dengan begitu, pada saat pertama keluar darah haid, maka harus dicatat jam dan hari apa mulainya, untuk dihitung 24 jam ke depan. Demikian pula untuk menghitung waktu paling lama, yakni 15 hari.

Pasalnya, ini berfungsi untuk menentukan waktu-waktu ibadah. Jika dalam waktu 24 jam telah selesai haid, maka artinya ia harus kembali shalat dan berpuasa.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x