Soal Obat Covid-19, Kemenristek Ingatkan: Obat yang Salah Bisa Jadi Racun dan Berbahaya

- 7 Agustus 2020, 07:50 WIB
Obat herbal.
Obat herbal. /


GALAMEDIA - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) Ali Gufron Mukti menyatakan proses untuk menemukan obat butuh waktu yang tidak sebentar, terutama untuk menangani masalah corona. Ada beragam prosedur yang harus dilaksanakan agar obat tidak menjadi racun pada tubuh.

Sebelumnya klaim Hadi Pranoto temukan obat Covid-19 dari herbal sempat menjadi sorotan publik.

"Menemukan sebuah obat diperlukan proses sangat panjang karena menyangkut keamanan hidup masyarakat. Obat yang salah akan bisa menjadi racun dan berbahaya," ujar Ali, dalam siaran resmi BNPB pada Jumat 7 Agustus 2020.

Baca Juga: Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Disebut-sebut Bawa Tim Pembunuh ke Kanada

Menurut Ali proses menemukan obat diawali dengan penelitian yang memiliki berbagai tahapan agar aman untuk diimplikasikan kepada masyarakat. Ali juga mengungkapkan proses pertama dalam melakukan suatu penelitian yakni presentasi kepada kolega agar hasil penelitian bisa didiskusikan bersama mengenai kelayakannya.

"Oleh karena itu, biasanya orang melakukan penelitian membuat proposal terlebih dahulu. Selanjutnya proposal harus lulus dalam uji etika kelayakan yang diuji oleh Komite Etik. Jadi tidak bisa langsung mengklaim menemukan obat. Harus ada prosedur," ucap Ali.

Ali bilang pemerintah mengapresiasi siapa saja yang ingin ikut berpartisipasi dalam penemuan obat Covid-19. Pemerintah juga dikatakan siap memfasilitasi serta mendukung segala penelitian asalkan sesuai dengan koridor dan etika yang ada.

Baca Juga: WHO Tampar Pemerintah Amerika Serikat, Nasionalisme Vaksin Bakal Sia-Sia

Ali menambahkan upaya memutus rantai penyebaran wabah corona sudah dilakukan dengan berbagai inovasi. Sejauh ini peneliti dan dosen di Tanah Air telah menghasilkan lebih dari 60 inovasi.

"Berbagai inovasi selama 4 bulan terakhir telah dihasilkan. Seperti robot perawat, rapid test kit dan lain sebagainya. Bahkan PCR yang biasanya kita impor, sekarang tidak. Peneliti Indonesia telah membuatnya," ujar dia.

Baca Juga: Malaysia Ungkap Satu-Satunya Jalan untuk Hindari Konflik Laut China Selatan Antara China dan ASEAN

"Ada juga mobile laboratory dimana laboratorium bisa menghampiri masyarakat. Itu juga inovasi yang dibuat oleh anak bangsa. Terakhir ventilator canggih yang dibuat oleh UGM, yang kalau kami impor itu bisa miliaran tapi ini hanya 450 juta," tutup Ali.

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x