Ilmuwan Peringatkan Potensi Mega-Tsunami dan Tanah Longsor Mematikan Akibat Perubahan Iklim

- 19 Agustus 2020, 12:06 WIB
Ilustrasi Mega-Tsunami.
Ilustrasi Mega-Tsunami. /

GALAMEDIA - Perubahan iklim telah menyebabkan ancaman bagi planet ini dengan peningkatan permukaan laut secara global dan sering terjadi cuaca ekstrim.

Tak hanya itu, dilansir express.co.uk Rabu 19 Agustus 2020, para peneliti di Queen's University, Ontario, khawatir perubahan iklim juga dapat mengintensifkan dan meningkatkan jumlah dan ukuran bencana alam yang dipicu oleh tanah longsor besar.

Tanah longsor besar adalah kombinasi batuan, tanah dan air yang mampu bergerak cepat mengarah menuju perairan.

Jika mereka menghantam pantai, tanah longsor ini dapat memicu gelombang yang mematikan, terutama di daerah pegunungan yang bertemu fyord (tebing lautan), danau, atau waduk.

Pegunungan Alaska.
Pegunungan Alaska.


Para ilmuwan baru-baru ini menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas surutnya gletser Prince William Sound di Alaska karena berisiko menimbulkan tanah longsor dan tsunami.

Tanah longsor besar seperti itu terjadi di Alaska pada tahun 2015, setelah gempa bumi atau curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya.

Berlangsung di Taan Fiord, 310 mil (500 km) timur Anchorage, peristiwa ini sangat dahsyat, sehingga menghasilkan kekuatan ledakan yang setara dengan 340 ton TNT.

Baca Juga: Kompor Gas, Bos IDF Tuduh Hizbullah Cegah Inspeksi Pasukan Perdamaian PBB di Perbatasan

Tenaga seismik yang luar biasa ini menghasilkan gelombang air dengan ketinggian vertikal gelombang mencapai lereng - 633 kaki (193m) atau mega-tsunami.

Bahaya alam ini merupakan ancaman serius bagi masyarakat pesisir.

Pada tahun 1963, misalnya, tanah longsor ke waduk menciptakan gelombang yang melanda bendungan di Vajont, Italia, menewaskan lebih dari 2.000 orang yang tinggal di hilir.

Profesor Ryan Mulligan dan Andy Take dari Queen's University, Ontario percaya bahwa pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tanah longsor menghasilkan gelombang sangatlah penting.

Ia mengatakan, “Iklim yang memanas pasti mengubah lingkungan utara dan pegunungan dalam banyak hal."

Baca Juga: Mahfud MD Resmi Jabat Ketua Kompolnas, Mulai Tito Karnavian Hingga Yasonna H. Laoly Jadi Anggota

“Ini dapat mencakup pencairan permafrost, surutnya gletser dan pembentukan gunung es, siklus pembekuan yang lebih sering dan peningkatan curah hujan atau pemicu hidraulik lainnya."

“Semua ini dapat menyebabkan lereng bebatuan tidak stabil dan meningkatkan risiko tanah longsor besar-besaran ke dalam air."

“Bahaya alam ini tidak dapat dicegah, tetapi kerusakan infrastruktur dan populasi dapat diminimalkan."

"Hal ini dapat dicapai melalui pemahaman ilmiah tentang proses fisik, analisis risiko teknik khusus lokasi, dan pengelolaan pesisir di wilayah rawan bahaya."

Studi eksperimental adalah cara yang berguna untuk mendapatkan wawasan tentang gelombang ini.

Baca Juga: Jenderal Bintang Dua Tewas di Suriah, Kelompok Teroris Serang Pemukiman Aleppo dan Idlib

Uji laboratorium telah menghasilkan persamaan empiris yang digunakan untuk memprediksi ukuran tsunami longsor.

Para peneliti mengatakan, “Penelitian terbaru dengan pengukuran rinci menggunakan kamera digital berkecepatan tinggi membantu untuk menentukan kontrol properti longsor pada pembentukan gelombang."

"Hal ini menghasilkan penelitian baru di Queen's University yang telah meningkatkan pemahaman teoretis tentang bagaimana tanah longsor mentransfer momentum ke air dan menghasilkan gelombang."

Baca Juga: Tak Mau Jual Mahal, Segini Harga Vaksin Covid-19 Produk China

Ada delapan peristiwa gelombang besar yang dikonfirmasi di mana tanah longsor besar telah menghasilkan gelombang lebih tinggi dari 100 kaki (30m) sejak tahun 1900.

Dua di antaranya menyebabkan lebih dari 100 kematian di Norwegia pada tahun 1930-an.

Dari delapan peristiwa besar ini, empat telah terjadi sejak tahun 2000.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x