Ada-ada Saja, Ini 7 Kesalahan Persepsi Orangtua Terhadap Anak

- 24 September 2020, 12:06 WIB
7 Keselahan persepsi orangtua terhadap anak. Foto Ilustrasi
7 Keselahan persepsi orangtua terhadap anak. Foto Ilustrasi /net

GALAMEDIA - Meskipun tidak banyak, ada orangtua yang suka salah persepsi dengan anak. Sering kan anak protes karena orangtuanya tidak memahami perasaan mereka?

Dikutip Galamedia dari laman haibunda.com, sebuah penelitian menunjukkan orangtua mungkin termasuk yang suka menilai buruk anak-anaknya. Herannya kesalahan persepsi itu berlanjut dari kecil, remaja, bahkan ketika anak sudah dewasa dan menikah.

Baca Juga: Heboh Surat Nikah dan Akta Cerai Sukarno-Inggit Garnasih Dijual di Medsos, Harga Sangat Amat Mahal!

Dilansir Psychology Today, salah persepsi itu bagian alami dari pengasuhan. Orangtua suka melihat anak-anaknya seperti yang mereka inginkan. Dan sering kali, orangtua melihatnya seperti yang mereka lihat sejak lahir. Hal ini yang membuat anak merasa orang tuanya tidak mengerti perasaan mereka.

Tidak ada penyebab tunggal orangtua suka salah persepsi ke anaknya. Oleh karena itu para ahli meminta orangtua untuk bercermin. Sebagai makhluk egosentris, manusia melihat dunia dari perspektif diri sendiri. Kita juga suka menilai diri sendiri dengan penilaian yang sangat subjektif.

Baca Juga: Harus Dicoba! Resep dan Cara Masak Chicken Cordon Bleu Homemade Rasa Resto dan Cafe

"Dengan terbiasa melayani diri sendiri, membuat orang merasa lebih unik," kata peneliti psikologi Judith Rich Harris, penulis The Nurture Assumption: Why Children Turn Out the Way They Do.

Tentu saja, untuk memberi makan bias egois, ada baiknya orang tua melihat anak-anaknya dalam sudut pandang positif yang terbaik. "Mereka mengira anak-anak mereka lebih pintar dari yang sebenarnya dan mungkin lebih menarik dari yang sebenarnya," kata psikolog Duke University Mark Leary.

Bukankah cinta dan kasih sayang harus menjadi faktor dalam memandang anak-anak kita? "Jawabannya adalah ya," kata psikolog perkembangan Davis Jay Belsky dari University of California. Sayangnya, emosi-emosi itu belum tentu menjadi motivator yang kita pikirkan.

Halaman:

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x