GALAMEDIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 27 November 2020 berencana melakukan penggeledahan dalam penyidikan kasus suap penetapan izin ekspor benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) bersama enam orang lainnya.
"Memang sedini mungkin kita sudah segel sehingga mungkin dari kemarin tidak ada yang masuk di ruangan yang kita geledah," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 26 November 2020.
"Mudah-mudahan besok akan bisa kita laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyelidikan awal," lanjutnya.
Baca Juga: TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Gubernur Lemhanas: Kesalahan Tak Bisa Diperbaiki dengan Kesalahan
Mengomentari pernyataan petinggi KPK yang mengumbar rencana penggeledahan, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam dan mempertanyakan motif dari Karyoto.
ICW tak habis pikir seorang deputi malah memberitahukan rencana penggeledahan terkait perkara yang melibatkan Edhy tersebut.
"Selaku Deputi Penindakan mestinya yang bersangkutan memahami bahwa tindakan paksa berupa penggeledahan bersifat tertutup," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
"Sebab, jika itu dipublikasikan maka akan membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti," lanjutnya dilansir Antara.
Baca Juga: Begini Keputusan BNNK Jakarta Soal 'Nasib' Millen Cyrus
Oleh karena itu, kata dia, baik Pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK mesti menegur dan mengevaluasi Karyoto atas pernyataan semacam itu.
Selain Edhy, enam orang yang juga ditetapkan tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).