KPK Ogah Terapkan Pasal Hukuman Mati kepada Menteri Sosial Jualiari Batubara?

- 6 Desember 2020, 07:25 WIB
Menteri Sosial Juliari P Batubara tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu 6 Desember 2020. Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos.
Menteri Sosial Juliari P Batubara tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu 6 Desember 2020. Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. /Antara/Hafidz Mubarak A



GALAMEDIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bantuan sosial COVID-19.

Ia diduga menerima fee hingga belasan miliar dari perusahaan rekanan pengadaan bansos paket sembako.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Mensos Juliari Batubara dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Pasal ini punya ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup atau paling singkat 4 tahun terkait penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya.

Baca Juga: Habib Rizieq Sempat Dituding Terima Dana Ilegal, Mahfud MD: Kalau Minta Bantuan Saya, Ayo!

Dengan demikian KPK belum menerapkan Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan Korupsi terkait OTT bansos COVID-19. Pasal itu menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu—seperti bencana alam nasional atau krisis ekonomi— bisa dijatuhi hukuman pidana mati.

“Kita paham dalam ketentuan UU 31 Tahun 1999 itu Pasal 2 tentang pengadaan barang dan jasa itu barangsiapa melakukan suatu perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orrang lain dengan melawan hukum yang mengakibatkan keuntungan diri sendiri dan orang lain sehingga menimbulkan kerugian negara. Di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati,” kata Firli dalam tanya jawab jumpa pers OTT kasus korupsi bansos COVID-19 di gedung KPK, Minggu, 6 Desember dini hari.

Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari. Antara/Hafidz Mubarak A


Firli menyebut pandemi COVID-19 dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana. Intinya KPK ditegaskan Firli masih terus bekerja terkait mekanisme barang dan jasa dalam hubungannya dengan kasus bansos COVID-19.

Baca Juga: Banser Siap Dikirim ke Papua, Wakil Ketua MPR: Selamatkan NKRI dari Ancaman Separatisme!

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional lewat Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional pada awal April 2020.

“Tentu nanti kita akan bekerja berdasar keterangan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk ke dalam pasal 2 UU 31 Tahun 1999. Saya kira kita masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana yang merugikan uang negara sebagaimana yang dimaksud pasal 2 itu. Malam ini yang kita lakukan OTT ini adalah tindak pidana berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara. Jadi itu dulu,” tegas Firli.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x