Ekonom INDEF Sebut Pemerintah Sembunyikan Utang, Sri Mulyani Buka Angkanya Tembus Rp6.000 Triliun

- 16 Januari 2021, 20:55 WIB
Presiden Jokowi bersama Sri Mulyani di Istana Negara
Presiden Jokowi bersama Sri Mulyani di Istana Negara /Facebook Sri Mulyani


GALAMEDIA - Utang pemerintah akhirnya menembus Rp6.000 triliun di akhir 2020. Per akhir Desember 2020, posisi utang pemerintah mencapai Rp 6.074,56 triliun.
 
Dengan angka tersebut, utang pemerintah naik 27,1 persen atau Rp 1.296 triliun dari periode akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 4.778 triliun.  

Dikutip dari laporan APBN KiTa, Sabtu 16 Januari 2021, rasio utang pemerintah mencapai 38,68 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Rasio utang ini jauh lebih besar dari akhir 2019 yang hanya 29,8 persen terhadap PDB.  

Secara rinci, posisi utang per Desember 2020 itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.221,65 triliun dan pinjaman Rp852,91 triliun.

Baca Juga: Para Ulama yang Tergabung Hadana Dukung Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo Jadi Kapolri

Untuk SBN terdiri dari SBN domestik atau berdenominasi rupiah Rp4.025,62 triliun dan SBN valas Rp1.196,03 triliun.  

Sementara untuk pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp11,97 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 840,94 triliun.  

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan utang pemerintah tersebut disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat pandemi Covud-19 serta meningkatnya kebutuhan pembiayaan.  

“Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat COVID-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional,” tulis Sri Mulyani dalam laporan tersebut.  

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus! Warga Waspadai Awan Panas

Komposisi utang pemerintah juga akan tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi, di mana UU Nomor 17 Tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB.  

Dari komposisi, utang pemerintah pusat tersebut masih didominasi utang dalam bentuk SBN, yang porsinya mencapai 85,96 persen dari total utang pemerintah di akhir 2020.  

Sementara dari sisi mata uang, utang pemerintah pusat semakin didominasi utang dalam mata uang rupiah, yaitu mencapai 66,47 persen dari total komposisi utang pada akhir Desember 2020.  

“Dominasi mata uang rupiah ini seiring kebijakan pengelolaan utang yang memprioritaskan sumber domestik dan penggunaan valas sebagai pelengkap untuk mendukung pengelolaan risiko utang valas,” jelasnya.  

Baca Juga: Faisal Basri Sebut Rencana Penggabungan BRI, PNM dan Pegadaian Sesat Pikir

“Portofolio utang pemerintah dikelola dengan hati-hati dan terukur, Pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi portofolio utang secara optimal untuk meningkatkan efisiensi utang (biaya dan risiko minimal), baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang,” tandasnya.

Ekonom senior Indef, Didik Rachbini.
Ekonom senior Indef, Didik Rachbini.


Ekonom senior INDEF, Prof Didik Rachbini menyebut utang negara terus membengkak dan disembunyikan, baik oleh pemerintah maupun DPR RI.

Hal itu diungkapkan Didik pada diskusi daring Pergerakkan Indonesia Maju (PIM) dengan tajuk 'Outlook 2021: National Economic Outlook', Jumat 15 Januari 2021.

Disebutkan, utang yang terus membengkak dan disembunyikan nyaris tidak dipermasalahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, jumlahnya terbilang sangat besar.

Baca Juga: Hari Ini Kembali Cetak Rekor, Ini Daftar Kasus Positif Covid-19 Tiap Provinsi

“Ini disembunyikan Rp921 triliun, tidak dibahas di DPR, tetapi yang dibahas Rp446,3 triliun SBN (Surat Berharga Negara). Sedangkan Rp475,2 triliun untuk membayar jatuh tempo," papar Didik.

"Negara ini makin otoriter, pada tahun 2021 tanpa persetujuan DPR tidak apa-apa, utang diteruskan hingga Rp1530,8 triliun. Mengubah utang tidak ada woro-woro di DPR," tambah dia.

Didik secara tak langsung mengaku kecewa dengan capaian Presiden Jokowi di bidang ekonomi. Sebab, sejak dua tahun terakhir, utang negara terus mengalami pembengkakkan. Itulah mengapa, dia mengatakan, pemerintah sedang berjalan ugal-ugalan.

"Pemerintah ugal-ugalan. Sejak 2019 zaman Jokowi utang itu terus bertumpuk-tumpuk, tidak pernah dikendalikan," ujar Didik Rachbani.

Baca Juga: PARAH! Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Setiap Hari Cetak Rekor Baru

Berkaca pada kenyataan tersebut, Didik tak sungkan menyebut Jokowi sebagai raja utang. Bukan hanya itu, secara keseluruhan, pemerintahan yang saat ini menjabat layak juga disebut demikian.

"Jadi Jokowi ini raja utang, pemerintahan Jokowi dengan data ini adalah raja utang," tegas Didik.

Parahnya, kata Didik, pemerintah seakan tak bisa berbuat banyak mengatasi permasalahan besar tersebut.

Bahkan, menurutnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani sebenarnya memahami situasi ini, namun dia tak bisa berbuat banyak lantaran tekanan politik yang kuat.

"Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ngerti, ini bukan tidak ngerti. Tapi dia tidak bisa apa-apa dengan tekanan politik. Jadi, kalau kita kritik, dia marah-marah. Salah dia," ucapnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x