Rocky Gerung Samakan Presiden Jokowi Dengan Mao Tse-tung, 'Petakan Oposisi, Itu yang Akan Dipangkas'

- 12 Februari 2021, 20:53 WIB
Rocky Gerung.
Rocky Gerung. /



GALAMEDIA - Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dilaporkan ke Polisi karena cuitannya soal kematian Ustadz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata di Rutan Bareskrim Polri.

Ormas Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas menuding Novel Baswedan menyebarkan berita bohong dan provokasi di media sosial.

Mengomentari hal itu, pengamat politik Rocky Gerung mengaitkan laporan tersebut berkaitan dengan ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya di peluncuran tahunan Ombudsman pada 8 Februari lalu.

Baca Juga: Australia Open: Simona Halep Masih Belum Terhentikan

Saat itu Jokowi meminta masyarakat mau secara aktif mengkritik pemerintah.

“Kalau (laporan terhadap Novel) diproses artinya polisi justru mengabaikan permintaan presiden. Jadi polisi enggak peduli presiden mau ngomong apapun, pokoknya tangkap aja,” ucapnya dalam tayangan video YouTube kanal Rocky Gerung Official, Jumat, 12 Februari 2021.

Baca Juga: Konvoi Moge Terobos Pos Pemeriksaan Antigen dan Gage di Bogor, Petugas Tak Berani Menyetop

“Terlihat polisi sebagai aparat di bawah presiden, dia ngga baca headline soal presiden 'Silahkan Kritik Kami' itu,” sambungnya.

Filsuf ini pun menyandingkan pernyataan Jokowi dengan pendiri China Mao Zedong atau Mao Tse-tung.

Disebutkan, pada 1956 Mao memperkenalkan kebijakan politik baru, di mana kaum intelektual boleh berpendapat sebagai kompromis terhadap partai.

Motto Mao saat itu, “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing”. Ironisnya, kebijakan itu berujung pada sekitar 700.000 kaum intelektual ditangkap lalu menjalani kerja paksa.

Baca Juga: Lyodra Ginting Ternyata Pernah Menjadi Korban Bullying Saat SD

“Kita ingat peristiwa Tiongkok di awal revolusi kebudayaan. Mao Zedong mengatakan biarkan 1.000 kembang mekar, maksudnya biarkan 1.000 orang berpikir berbeda, karena itu dia butuhkan untuk pemetaan politik, kemudian dia pangkas semua kembang itu,” jelas Rocky.

“Itu ujung dari kekerasan di Tiongkok dan jutaan orang ditangkap, dimusnahkan karena berbeda dengan Mao Zedong, padahal dia sendiri yang bilang biarkan kembang bertumbuh,” sambungnya.

Motto Mao itu dianggap Rocky tak jauh berbeda dengan ucapan Jokowi soal ajakan mengkritik pemerintah. Menurutnya, ada tujuan untuk melakukan pemetaan politik di balik ujaran tersebut.

Baca Juga: Sosok Prie GS di Mata Rekan, Gus Mus: Selalu Ingin Membahagiakan Orang Lain

“Hal yang sama itu terjadi saat ini, silahkan kritik kami, dan ini adalah pemetaan politik. Kalau yang kritik Novel Baswedan, itu ada potensi mengganggu, maka dilaporkan,” ungkap Rocky.

“Jadi untuk apa minta kembang bertumbuh kalau di depannya ada gunting untuk memangkas kembang itu. Jadi itu paradoks dari ucapan Jokowi. Saya selalu mencurigai, ucapan Jokowi adalah umpan untuk memetakan sisa-sisa oposisi, nah itu yang akan dipangkas,” sambungnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x