GALAMEDIA – Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sumatera Utara telah menetapkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat.
Penetapan Moeldoko tersebut membuat gerakan kudeta untuk melengserkan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) semakin terlihat jelas.
Menanggapi hal tersebut, anggota Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Bobby Triadi menyebut bahwa penyelenggaraan KLB tersebut telah menimbulkan terkuncinya demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Soal Demokratisasi Negara dan Masyarakat, Rizal Ramli: Kita Lupa Mendemokratisasi Internal Partai
Menurutnya, terkuncinya demokrasi di Indonesia hanya dapat dibuka Ketua Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Selain SBY, Bobby turut juga menilai jika mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
“Ketika pintu demokrasi itu dikunci hanya pada satu orang, yaitu @SBYudhoyono. Maka, Nazarudin adalah kunci yang lainnya,” ujar Bobby Triadi yang dikutip Galamedia dari akun Twitter pribadinya, @bobbytriadi, 8 Maret 2021.
Di dalam cuitan tersebut, Bobby turut mengunggah sebuah video cuplikan berdurasi 45 detik yang memuat klarifikasi Nazaruddin terkait kasus tindak pidana korupsi Wisma Atlet.
Dalam video tersebut, Nazaruddin menuding putra kedua SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) telah menerima sejumlah uang sebesar 450 ribu dollar Amerika Serikat (AS) dari hasil korupsi Wisma Atlet.
Selain itu, Nazaruddin juga menuding Ibas telah menerima aliran uang senilai 200 ribu dolar AS langsung di ruangan kantornya di DPR. Nazaruddin juga mengungkapkan bahwa Ibas juga iku terlibat dalam kasus korupsi SKK Migas.