Sebut K-Pop Sebagai Perbudakan, Kim Jong-un Denda Berat hingga Penjara Para Penikmatanya

- 18 Maret 2021, 19:31 WIB
Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un dikabarkan sedang koma.
Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un dikabarkan sedang koma. /



GALAMEDIA - Pemerintah Korea Utara menilai industri musik Korean Pop atau K-Pop yang tengah populer secara global merupakan bentuk eksploitasi dan perbudakan.

Pada akhir pekan lalu, sebuah artikel yang diterbitkan situs propaganda Korut, Arirang Meari, menuduh sejumlah label rekaman K-Pop melakukan "eksploitasi layaknya perbudakan" terhadap artis dan grup ternama mereka seperti boyband BTS hingga girlband Blackpink.

Artikel itu mengklaim artis K-Pop "terikat kontrak yang luar biasa tidak adil sejak usia dini, ditahan saat pelatihan menjadi calon bintang, dan diperlakukan sebagai budak ketika tubuh, pikiran, dan jiwa mereka oleh para konglomerat yang kejam dan korup", seperti dilansir Daily Express, Kamis, 18 Maret 2021.

Baca Juga: Terlalu! 4 Remaja Aceh Bobol Kotak Amal Masjid, Berhasil Gasak Rp50 Juta

Memang Industri K-Pop terkenal sangat melelahkan dan sulit ditaklukkan. Tak sedikit artis K-Pop yang harus merelakan kehidupannya "diatur" selama terikat kontrak pada salah satu manajemen.

Mulai dari urusan kesehatan hingga personal seperti urusan asmara pun harus sesuai aturan dan seizin manajemen.

Namun artikel media Korut itu tidak memberikan bukti konkret terkait dugaan eksploitasi. Arirang Meari hanya mengutip "laporan" media lain.

Baca Juga: Aprilia Manganang Diberi Nama Baru oleh Istri KSAD Andika Perkasa

Artikel itu diperkirakan bagian dari upaya pemerintahan Korut yang dipimpin Kim Jong-un untuk menindak dan membatasi pengaruh media asing di Korut.

Lembaga sensor Korut bahkan dengan ketat membatasi film, musik, acara televisi, surat kabar, dan buku yang dapat dinikmati warganya.

Keith Howard, dari Sekolah Studi Oriental dan Afrika London, mengatakan satu-satunya perusahaan rekaman di Korea Utara adalah "milik negara" dan hanya pertunjukan yang disetujui yang diizinkan.

Dia mengatakan, "Tidak ada bukti bahwa orang membuat musik mereka sendiri di luar yang diizinkan secara terpusat."

"Satu-satunya perusahaan rekaman adalah milik negara, dan tidak ada pertunjukan yang diizinkan di luar yang diizinkan."

"Anda bahkan tidak memiliki hak untuk membuat kata-kata baru (untuk lagu yang sudah ada), dan jika Anda melakukannya, Anda harus sangat berhati-hati, karena jika dianggap tidak pantas, Anda akan mendapat masalah."

Baca Juga: Mahfud MD Sebut KPK Hambat Kehadiran Tim Pemburu Koruptor, Nurul Ghufron: Polri dan Kejaksaan adalah Saudara

Tindakan keras terbaru ini dilakukan menyusul serangkaian tindakan untuk menghentikan pengaruh negara asing.

Tahun lalu, saudara perempuan Kim Jong-un, Kim Yo Jong, menyebut pemberontak yang mengirimkan selebaran, radio, mata uang AS, dan Alkitab ke perbatasan sebagai "sampah manusia".

Pembatasan pengaruh asing ini berlangsung setelah kecanggihan teknologi dirasa mempermudah warga Korut menyelundupkan dan mendapat konten dari luar negeri secara ilegal.

Para warga Korut yang membelot mengatakan sebagian besar masyarakat yang ketahuan menikmati konten asing, terutama dari Korea Selatan dan Amerika Serikat, sering mendapat hukuman berat.

Baca Juga: Dijemput Paksa Satu Truk Pasukan Bersenjata Pun Habib Rizieq Bersikukuh Bakal Menolak

Larangan menikmati konten asing, terutama dari Korsel diberlakukan sejak lama. Namun, pada awal Januari lalu, Korut kian memperketat aturan itu.

Pemerintahan Kim Jong-un memberlakukan denda berat hingga sanksi penjara bagi siapa pun yang ketahuan menikmati konten hiburan dari tetangganya di selatan tersebut.

Tak hanya itu, Pyongyang juga menerapkan sanksi serupa bagi warga Korut yang meniru aksen dan istilah bahasa yang digunakan orang Korea Selatan.

Aturan itu tertuang dalam undang-undang baru yang diberlakukan akhir 2020 oleh Korut.

Beleid itu juga melarang warga berbicara dan menulis dengan gaya orang Korsel seperti penggunaan istilah oppa untuk menyebut kakak laki-laki, dan dong-saen untuk adik perempuan serta saudara laki-laki.

Pihak berwenang Korut tak segan menjatuhkan hukuman penjara di sebuah kamp hingga 15 tahun bagi mereka yang kedapatan menikmati konten media Korsel.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x