GALAMEDIA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang menolak untuk mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang pada 5 Maret 2021 yang lalu.
Menyusul keputusan itu, ada wacana kubu KLB atau Moeldoko hendak menerusakan hasil keputusan itu ke pengadilan. Jhoni Allen Marbun, salah satu penggaggas KLB menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kita gugat ke PTUN dan tegakkan kebenearan, kami lapang dada keputusan Kemenkumham," demikian ungkapan Jhoni Allen Rabu, 31 Maret 2021.
Baca Juga: Tanggapi Teror di Mabes Polri, Deddy Corbuzier: Ada Orang yang Ngebohongin Pelaku
Merespons wacana itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie turut memberikan tanggapan.
Jimly menyarankan agar terlebih dahulu membaca Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) diantaranya pada Pasal 8 UU Nomor 2 Tahun 2008.
"Baca UU Parpol, terutama Pasal 8 UU 2/2008: "Dalam hal terjadi perselisihan parpol, pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh Menteri'. Mkasudnya, pemerintah sebagai simbol parpol pemenang tidak perlu terlibat menilai parpol konflik. Bereskan dulu internal atau ke PN. Ingat bukan PTUN," ujarnya dikutip dari Twitter @JimlyAs Kami, 1 April 2021.
Lebih lanjut ia menjelaskan sebagaimana dalam UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011. Kata dia telah tegas diatur bahwa selesaikan secara internal atau Pengadilan Negeri (PN), bukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Di UU Parpol 2/2011 tegas diatur selesaikn intern atau PN, bukan TUN. Mksdnya tidak prlu didahului keputusan administrasi oleh menteri, yang mbuatnya trlibat dalam konflik parpol. Mnteri terima brsih saja. Bereskn dulu di PN. Tp kalau menteri buat keputusan tentu trbuka untuk jadi objek prkara ke PTUN oleh yang tak puas," ujar dia lagi.
Selain itu kata Jimly, memang seluruh objek perkara keputusan administrasi ada di PTUN. Namun kata dia, hal ini tidak berlaku bagi aprtai politik sealku pilar demokrasi. Ia mencontohkan dengan UUD yang menegaskan bahwa pembubaran partai politik secara final ada di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan di Mahkamah Agung (MA).
Baca UU Parpol, trutma Ps.8 UU 2/2008: “Dlm hal trjd prslisihn parpol, pngsahan prubhn sbgm dimksd dlm Ps 7 ayt (2) tdk dpt dilakukn oleh Menteri”. Mksdnya, pmrnth sbg simbol parpol pmenang tdk prlu trlibat mnilai parpol knflik. Bereskn dulu intern ato ke PN. Ingat bukan ke PTUN. https://t.co/6kTXHJcm4C— Jimly Asshiddiqie (@JimlyAs) April 1, 2021
"Dalam rezim hukum administrasi umum, objek perkara brupa keputusan administrasi (beschikkings) ada di PTUN. Ini brlaku untuk semua produk keputusan administrasi. Perakara TUN ada setelah tindakan/keputusan administrasi ada lebih dulu. Tp untuk parpol sebagai pilar dmokrasi, hukum administrasi umum tidak brlaku. UUD bahkan tegaskn parpol bubar final di MK bukan di MA," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly telah menyatakan menolak hasil KLB Partai Demokrat yang digelar di Deli Serdang 5 Maret 2021 yang lalu.
"Dari hasil pemeriksaan dan atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik sebagaimana yang dipersyaratkan masih terdapat beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata Yasonna Rabu, 31 Maret 2021.
Lebih jauh, Yasonna menjelaskan ihwal alasan tidak dapat disahkannya kepengurusan hasil KLB tersebut.
"Antara lain perwakilan dewan pimpinan daerah DPD, Dewan pimpinan cabang DPC tidak disertai mandat dari ketua DPD, DPC," ujarnya.
"Dengan demikian pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan kongres hasil kongres luar biasa di Deli Serdang Sumatera Utara tanggal 5 Maret 2021 ditolak," tandas Yasonna.***