GALAMEDIA - Mantan sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu turut menanggapi perihal isu radikalisme. Melalui akun Twitternya @msaid_didu , ia bertanya kepada pemerintah terkait kenapa pemerintah tidak membuat batasan dari pengertian radikal tersebut.
Said Didu menilai dengan tidak ada batasan pengertian radikal tersebut, pemerintah akan bisa secara subjektif mencap radikal.
"Kenapa penguasa tidak membuat batasan pengertian radikal? Mungkin dimaksudkan agar mereka bisa secara subyektif menetapkan siapa saja yang diberikan cap radikal," ucap Said Didu dilansir Galamedia dari akun Twitter @msaid_didu pada Selasa, 20 April 2021.
Kenapa penguasa tdk membuat batasan pengertian radikal ? Mungkin dimaksudkan agar mereka bisa secara subyektif menetapkan siapa saja yg diberikan cap radikal.
Sejarah mencatat bhw penjajah juga seenaknya memberikan cap radikal kpd banyak pejuang kemerdekaan RI.— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) April 19, 2021
"Sejarah mencatat bahwa penjajah juga seenaknya memberikan cap radikal kepada banyak pejuang kemerdekaan RI," ungkapnya. Sebelumnya, Said Didu mengatakan jika tidak ada definisinya maka isu radikal bisa dipakai untuk menyingkirkan orang yang tidak disukai.
"Definisi radikalisme apa sih ? Kalau ga ada definisi yang jelas akan sangat berbahaya karena bisa menjadi alat menyingkirkan orang yang tidak disukai." ucapnya.
Sebelumya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa banyak kehilangan Pegawai Negeri Sipil atau PNS yang mumpuni.
Baca Juga: Bapak Ideologi Muhammadiyah Itu Menjadikan Puasa Sebagai Kanopi Diri
Hal tersebut lantaran, menurut Tjahjo terkena pemahaman radikalisme dan terorisme. Tjahyo mengakui sering menindak tegas hingga mencopot jabatan pegawainya, akibat melanggar hal yang berkaitan radikalisme.
Pemahaman radikalisme ini terlihat pada ujian Tes Potensi Akademik atau TPA yang dijalani oleh semua PNS.