Dalam 12 Bulan, Aset Militer RI 3 Kali Alami Insiden, LIPI: Sektor Pertahanan Perlu Modernisasi

- 27 April 2021, 11:58 WIB
Salah satu bagian badan KRI Nanggala 402
Salah satu bagian badan KRI Nanggala 402 /FIKRI YUSUF/ANTARA FOTO

GALAMEDIA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyoroti sangat serius perihal tenggelamnya KRI Nanggala 402.

Pasalnya, tenggelamnya KRI Nanggala 402 itu merupakan kecelakaan untuk ketiga kalinya yang dialami Militer Indonesia dalam waktu 12 bulan.

Pada Juni tahun lalu, sebuah jet tempur BAE Hawk 209 yang berusia 33 tahun jatuh di daerah pemukiman di provinsi Riau, Sumatera. Pilot berhasil keluar tepat waktu.

Sebulan kemudian, KRI Teluk Jakarta 541 yang berusia 41 tahun tenggelam setelah dilanda cuaca buruk di Laut Bali.

Seluruh 55 awak kapal pendarat amfibi berhasil dievakuasi.

Baca Juga: Nathalie Holscher Kabur dari Rumah, Sule: Saya Memaklumi Karena Emosinya Masih Labil

Dilansir dari Channel New Asia, peneliti pertahanan dan keamanan LIPI yakni Muhammad Haripin mengatakan, insiden tersebut hanyalah puncak gunung es dan menggarisbawahi masalah yang lebih besar.

Untuk itu Arifin menilai, saat ini Indonesia sangat membutuhkan modernisasi di sektor pertahanan.

"Insiden ini hanyalah puncak gunung es dan menggarisbawahi masalah yang lebih besar, bahwa sektor pertahanan kita sangat membutuhkan modernisasi," kata Muhammad Haripin.

Sebelum tenggelamnya KRI Nanggala 402, Indonesia sebenarnya memiliki lima kapal selam serta 31 kapal perang berkecepatan tinggi dan 156 kapal patroli.

Baca Juga: Oknum Polisi Pengunggah Komentar Negatif Nanggala Diduga Punya Masalah Kejiwaan, Polda DIY: Dia Pernah Depresi

Akan tetapi menurut Haripin jumlah itu tidak memadai untuk negara kepulauan dengan luas 3,1 juta km persegi perairan teritorial seperti Indonesia ini.

Selain itu, ia juga menyebut jika kebutuhan untuk mempertahankan jumlah aset angkatan laut ini tampaknya menjadi alasan mengapa persenjataan dan peralatan yang sudah tua belum dihentikan.

Karena perlengkapan dan anggaran militer sangat terbatas. Untuk itu sektor pertahanan Indonesia masih terus menggunakan peralatan militer yang sudah tua.

Haripin juga mengatakan, ada kasus di mana Indonesia lebih memilih membeli jet tempur dan kapal bekas daripada membeli yang baru.

Baca Juga: Gendong Bayi Prajurit KRI Nanggala 402, Tangis Gubernur Jatim Pecah: Baru 18 Hari Sudah Ditinggal Sang Ayah

Hal itu dikatakannya dengan jumlah uang yang sama akan tetapi bisa membeli peralatan lebih banyak.

"Ada juga kasus di mana kami membeli jet tempur dan kapal bekas daripada membeli yang baru, dengan jumlah uang yang sama, kami bisa membeli lebih banyak," tuturnya.

Lebih lanjut Haripin mencatat bahwa Indonesia sebenarnya menyisihkan lebih banyak uang untuk militer seperti pada tahun 2011 lalu.

Menurunnya pada tahun 2011, anggaran militer hanya mencapai Rp 44 triliun, yang berarti dalam 10 tahun terakhir anggaran pertahanan negara meningkat lebih dari tiga kali lipat.

Baca Juga: Bercita Rasa Enak, Ini 5 Kue Kering Khas Lebaran yang Selalu Menjadi Suguhan

Hal itu menurutnya, sangat jelas menunjukan jika Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menangani masalah modernisasi aset militer yang sudah tua.***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x