GALAMEDIA - Tindakan 'ngamuk' alias marah-marah Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini untuk kesekian kalinya menjadi sorotan beberapa pihak di Indonesia.
Salah satunya Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin yang menyayangkan sikap Risma yang tidak memberikan pemikiran solutif atas masalah pendataan yang ada dan justru hanya memperlihatkan kemarahan.
"Marah-marah itu hanya akan membuat orang tidak simpati padanya," kata Ujang pada wartawan, Sabtu, 2 Oktober 2021.
Oleh karena itu, Ujang blak-blakan menyarankan Risma mundur dari jabatannya. Sebab menurutnya, seorang pejabat publik dalam hal ini menteri yang menaungi banyak pejabat teknis di bawahnya, sepatutnya bisa menyelesaikan persoalan data PKH dengan solusi
parktis yang lahir dari pemikirannya.
"Jika hanya bisa marah-marah lebih baik mundur dari Mensos saja. Karut-marut soal PKH
dan lain-lain itu tidak mungkin bisa beres dan selesai dengan cara marah-marah," jelasnya.
Terlebih, bagi pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini aksi marah-marah sudah usang, jika orientasinya hanya untuk mendongkrak popularitas.
Sementara, gaya politik marah-marah ala Risma, lanjut Ujang, bisa ditafsirkan berbeda oleh publik. Yakni, Risma dianggap tak mampu menyelesaikan masalah atau persoalan yang ada.
"Marah-marah tanda tak mampu, tak mampu bekerja dengan baik. Pemimpin itu bukan
marah-marah, tapi memberi keteladanan," pungkasnya.