Perempuan Afghanistan Jual Anak demi Roti di Tengah Kehancuran Ekonomi

- 19 Oktober 2021, 11:55 WIB
Ilustrasi perempuan Afhganistan.
Ilustrasi perempuan Afhganistan. /Reuters

GALAMEDIA - Warga miskin Afghanistan kini dipaksa menjual anak-anak mereka untuk melunasi utang akibat ekonomi yang tertatih-tatih dan di ambang kehancuran total.

Seorang ibu miskin yang bekerja sebagai pembersih rumah di Herat misalnya mengaku dililit utang sekitar Rp 7,7 juta. Ia meminjam uang demi memberi makan keluarga.

Wanita bernama Saleha (40) itu telah diultimatum pemberi pinjaman yang mengatakan utangnya akan lunas jika dia menyerahkan Najiba, putrinya yang berusia tiga tahun. Demikian laporan The Wall Street Journal.

Baca Juga: Eksklusif 65 Kode Red Free Fire 19 Oktober 2021: Ratusan Weapon, Ribuan Diamond Klaim di Sini

Jika Saleha tidak bisa membayar utangnya dalam tiga bulan, sang putri akan dijemput paksa untuk bekerja di rumah pemberi pinjaman.

Tak itu saja, Najiba akan menjadi “tahanan” sebelum kemudian  dinikahkan dengan salah satu putra pemberi utang ketika mencapai usia pubertas.

Situasi pelik yang dihadapi Saleha dialami banyak perempuan Afghanistan, yang menghadapi krisis kemanusiaan akibat cadangan uang yang menipis dan terputusnya bantuan internasional.

Baca Juga: Heboh Uang Koin Nominal Rp 100 Ribu, Ini Penjelasan Bank Indonesia

Keluarga lainnya di Herat juga terpaksa menjual anak-anak mereka untuk membayar utang.

Sejak Taliban mengambil alih Agustus lalu, ekonomi Afghanistan berada di ambang kehancuran.

Nilai mata uang runtuh dan harga barang-barang pokok meroket di tengah peringatan PBB cadangan pangan Afghanistan hampir habis.

Baca Juga: Persib vs PSS, Sama-sama Ingin Kembali Menang, Pelatih Senasib Terancam Dipecat

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Selasa 19 Oktober 2021, PBB minggu ini mendesak sejumlah negara untuk menyuntikkan dana demi denyut ekonomi Afghanistan.

Selama ini perekonomian Afghanistan sangat tergantung pada bantuan internasional yang menyumbang 75% dari pengeluaran negara.

Afghanistan bergulat dengan krisis likuiditas menyusul aset negara yang dibekukan di AS dan negara-negara lainnya. Pencairan bantuan dari organisasi internasional pun ditunda.

Baca Juga: Pengamat: Terlalu Dini Menilai Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Gagal, Ada Beberapa Hal yang Berhasil

Efek keruntuhan ekonomi Afghanistan dapat berefek mematikan bagi negara di mana sepertiga penduduknya bertahan hidup dengan penghasilan kurang dari Rp 30 ribu per hari.

Bagi Saleha, tak ada pilihan lain selain mencari uang untuk melunasi utang atau dia akan kehilangan buah hatinya. Sang suami yang usianya jauh lebih tua saat ini tidak lagi bekerja.

Saleha dan keluarganya dulu bekerja di lahan pertanian di Badghis. Tapi pertempuran dan kekeringan membuat mereka melarikan diri ke Herat.

Baca Juga: 4 Amalan Sunah yang Bisa Dilakukan Umat Muslim untuk Memperingati Maulid Nabi

Namun situasi tak seperti yang diharapkan. Saleha harus meminjam uang untuk sekadar makan.

Situasi kian mencekik karena harga bahan makanan pokok seperti tepung dan minyak naik dua kali lipat sejak Taliban berkuasa.

“Jika hidup terus seperti ini, aku sepertinya akan membunuh anak-anakku saja lalu mengakhiri hidupku sendiri,” tutur Saleha getir kepada WSJ di rumahnya yang kecil dengan dua kamar.

Baca Juga: Buronan Korupsi Proyek Rehabilitasi Pasca Gempa DIY Ditangkap di Sebuah Hotel Mewah di Bandung

"Aku bahkan tidak tahu apa yang akan kami makan malam ini..” lanjutnya.

"Aku akan berusaha mencari uang untuk menyelamatkan nyawa anak perempuanku," imbuh sang suami, Abdul Wahab.

Sementara itu pemberi pinjaman, Khalid Ahmad, mengonfirmasi bahwa dirinya  akan menghapus utang keluarga Saleha dengan imbalan putri mereka yang berusia tiga tahun.

“Aku juga tidak punya uang. Mereka belum membayar uangku kembali,” kata warga  Badghis tersebut. "Jadi tidak ada pilihan selain mengambil putrinya."

Baca Juga: 4 Jin Ini Kerap Mengganggu Manusia, Begini Ciri-ciri Orang yang Ditempeli Jin

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan krisis kemanusiaan di Afghanistan yang kian parah dan menyengsarakan sedikitnya 18 juta jiwa atau setengah dari populasi total.

Banyak warga bertahan hidup dengan mengumpulkan botol plastik untuk didaur ulang atau dijual demi sesuap makanan.

Menanggapi ini seorang pejabat Taliban mengatakan warga Afghanistan harus mengencangkan ikat pinggang dalam 'beberapa bulan' di masa transisi.

Halaman:

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x