Deretan Fakta Unik Suku Tengger, Salah Satunya Melarung Sesajen ke Kawah Gunung Bromo

- 10 Januari 2022, 10:21 WIB
Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo /Instagram / @net2netnews /
Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo /Instagram / @net2netnews / /

GALAMEDIA - Baru-baru ini beredar video seorang pria yang menendang dan menghancurkan sesajen di lokasi erupsi Gunung Semeru.

Hal itu menyulut kemarahan  banyak pihak, sebab pria dalam video tersebut dianggap tak menghargai adat istiadat daerah lain.

Padahal setiap daerah di Indonesia  memiliki adat dan aturan yang tersendiri, sehingga seharusnya pria tersebut dapat menghargai perbedaan.

Baca Juga: Ini ternyata Makna Sesajen dan Daerah yang Masih Menggunakannya

Selain itu, banyak daerah di Tanah Air  yang masih melakukan ritual sesajen sebagai bagian dari adat istiadat seperti yang dilakukan Suku Tengger.

Dilansir dari berbagai sumber, Suku Tengger  merupakan orang-orang yang sejak dulu tinggal di wilayah Gunung Bromo dan tidak terpengaruh modernisasi zaman.

Mereka mempunyai adat istiadat tersendiri dalam menjalani kehidupan yang salah satunya melarung sesajen ke kawah Gunung Bromo.

Baca Juga: Setahun Sriwijaya Air SJ182 Jatuh: Manajemen, KNKT dan Basarnas Tabur Bunga di Kepulauan Seribu

Proses melarung sesajen ke kawah Gunung Bromo itu kemudian lebih dikenal dengan nama Yadna Kasada.

Upacara ini dilakukan setiap tahun yang diselenggarakan di sebuah pura di bawah kaki Gunung Bromo.

Selain melarung sesajen ke kawah Gunung Bromo, masih ada deretan fakta unik lainnya tentang suku Tengger ini.

Berikut deretan fakta unik suku Tengger yang Galamedia rangkum dari berbagai sumber:

Baca Juga: Baru Update Harga Emas Pegadaian Hari Ini 10 Januari 2022: Antam dan UBS Stabil

1. Nama Tengger berasal dari tokoh legendaris Roro Anteng dan Joko Seger

Masyarakat suku Tengger mempercayai bahwa suku tersebut merupakan keturunan dari tokoh legendaris Roro Anteng dan Joko Seger.

Sehingga nama 'Tengger' itu diambil dari tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhurnya tersebut.

Kata 'Teng' diambil dari akhiran nama Roro Anteng dan 'Ger' dari akhiran nama Joko Seger.

2. Suku Tengger tidak terpengaruh modernisasi zaman

Suku Tengger tidak terpengaruh modernisasi zaman, mereka hidup dengan aturan adat tradisinya sendiri.

Padahal jika dilihat, tempat tinggalnya itu sangat mudah dijangkau para wisatawan, baik dari dalam dan luar negeri.

Namun selama berabad-abad, suku Tengger tetap mampu mempertahankan karakteristiknya. Sehingga adat dan budaya masih tetap lestari sampai saat ini.

Baca Juga: Pamer Potret Kala Berenang, BCL Ngaku Difoto oleh Noah, Warganet Bereaksi: Ariel Noah Maksudnya?

3. Suku Tengger menggunakan bahasa Jawi kuno

Bahasa sehari-hari Suku Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek pada masa Kerajaan Majapahit.

Pada masa Kerajaan Majapahit, bahasa tersebut digunakan sebagai mantra yang ditulis dengan huruf Jawi Kawi.

Ada anggapan bahwa bahasa Suku Tengger merupakan turunan dari bahasa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak digunakan lagi dalam bahasa Jawa modern.

4. Sarung dipercaya mengendalikan perilaku dan ucapan

Bagi Suku Tengger, sarung memiliki makna tersendiri, yang dipercaya berfungsi untuk mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat.

Penggunaan sarung itu tidak hanya untuk laki-laki saja, tapi berlaku untuk semua kalangan termasuk perempuan.

Baca Juga: Ini Cara Tepat Turunkan Berat Badan Pasca Melahirkan Menurut dr. Diana F. Suganda

5. Upacara keagamaan Yadnya Kasada

Yadnya Kasada merupakan upacara keagamaan yang dilakukan masyarakat Suku Tengger, bentuknya berupa melarung sesajen ke Kawah Gunung Bromo.

Ritual ini untuk memohon keselamatan, kemakmuran, dan tolak bala kepada Sang Hyang Widhi.

Upacara Yadnya Kasada  dilakukan pada malam hari hingga matahari terbit.

Upacara ini juga menjadi ikon budaya di Gunung Bromo yang menarik wisatawan untuk berkunjung.

6. Hari besar Suku Tengger

Hari raya terbesar Suku Tengger sering disebut dengan Karo.

Karo adalah hari raya terbesar yang paling dinanti-nanti oleh suku Tengger. Karo biasanya diselenggarakan setelah Hari Raya Nyepi.

Acara ini meliputi pawai hasil bumi, kesenian adat seperti pagelaran Tari Sodoran. Kemudian dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga dan sanak saudara.

Baca Juga: Marsha Timothy Ulang Tahun, Vino G Bastian Tulis Ini, So Sweet!

7. Pemimpin doa disebut Ratu.

Suku Tengger ketika melangsungkan ritual Karo selalu dipimpin seorang ratu.

Ratu artinya seorang pemimpin yang selalu memimpin doa dan uniknya ratu di sini seorang laki-laki.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x