Tak Ajak Mentan Garap Food Estate, Jokowi Tunjukkan Sinyal Kecewa

- 2 Juli 2020, 22:22 WIB
Prabowo dan Jokowi
Prabowo dan Jokowi /@akbaramiin 12m


GALAMEDIA -  Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menjadikan Kalimantan Tengah sebagai kawasan food estate atau lumbung pangan alternatif di luar Jawa. Presiden Jokowi sudah mengutus jajaran menterinya untuk mengecek rencana program yang bertujuan menjaga ketahanan pangan itu.

Tapi, dalam rombongan itu tidak ada Menteri Pertanian yang tugas pokoknya menjaga ketahanan pangan lewat produksi pertanian. Hal ini pun menjadi tanda tanya.

Sejumlah kalangan menilai tidak adanya dalam jajaran menteri rombongan itu dinilai menunjukkan kekecewaan Presiden Jokowi terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Baca Juga: Ngaku Polisi Aniaya Warga, Empat Pemuda Dibekuk Aparat Polsekta Sukajadi

Pasalnya, jajaran menteri yang diutus adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono menilai aneh ketika Mentan Syahrul Yasin Limpo tak dilibatkan. Menurutnya, memang seharusnya Kementan dilibatkan.

Ono juga menilai Kementan memiliki analisis terkait dengan lahan rawa atau gambut yang ada di Kalimantan apakah bisa ditanami oleh padi atau tanaman pangan lainnya.

Baca Juga: Jual Tiket Maksimal 70 Persen, PT KAI Buka Kembali Rute Jakarta-Surabaya

Ia menduga presiden juga sudah menilai mengenai program cetak sawah baru kurang maksimal meski itu merupakan tupoksinya Kementan. Ono juga tidak menampik kemungkinan tidak dilibatkannya Syahrul Yasin Limpo adalah karena kinerjanya kurang bagus.

“Ya bisa jadi seperti itu, bisa juga karena kemarin kurang berhasil dalam mencetak sawah baru. Kedua, mungkin anggaran di Kementan tidak ada. Ketiga, bisa karena kemampuan Kementan sendiri yang kurang maksimal terkait dengan infrastruktur pertanian. Jadi itu mungkin yang jadi pertimbangan presiden,” kata Ono dalam siaran persnya, Kamis (2/7/2020).

Menurutnya Presiden Jokowi juga pasti punya penilaian terhadap kinerja para menterinya.

Ia berharap ada perubahan yang signifikan di Kementan. Menurut Ono, dari tahun ke tahun periode ke periode ganti menteri tetap saja tidak ada perubahan yang signifikan di Kementan. Mengenai peran Menhan, dia minta semua pihak berpikir positif.

Baca Juga: Pamerkan Pusar, Natasha Wilona Disebut Jadi Personil Tambahan BLACKPINK

“Nah, kalau pak Prabowo apa ya? Ya kita sih positif saja. Mungkin keterlibatan unsur TNI dalam membuka lahan. Kan membuka lahan itu tidak mudah. Di TNI kan ada pasukan khusus untuk membuka lahan. Ketiga menteri ini kan harus berkomunikasi dengan Kementan terkait daya dukung lahannya,” ujar Ono.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai hal itu sangat aneh karena Jokowi tidak melibatkan Menteri Pertanian untuk urusan yang seharusnya menjadi ‘core business-nya’.

Sebaliknya, Presiden malah melibatkan Menteri yang bukan urusan utamanya mengurusi pangan. Ia melihat hal ini merupakan buntut dari kekecewaan Presiden Jokowi terhadap kinerja Mentan.

"Ini sinyal kuat, Menteri Pertanian tidak aman posisinya. Mentan jadi Menteri yang perlu dievaluasi atau bahkan di reshuffle,” ujarnya.

Baca Juga: Tiga Pegawai RSUD Cibabat Terkena Virus Corona

Uchok menduga, komunikasi antara Jokowi dengan Mentan tidak berjalan dengan baik. Terutama ketika pandemi melanda, tak ada terasa gebrakan berarti dari Mentan terkait ketahanan pangan.

“Jokowi itu butuh gerbrakan, butuh ide besar bagaimana ketahanan pangan ini bisa berjalan saat pandemi. Tapi justru upaya Mentan tak terlihat. Harusnya saat pandemi mulai masuk, Mentan sudah punya konsep yang kuat untuk ketahanan pangan, bukan malah menghilang,” tuturnya.

Soal stok beras, misalnya, kata Uchok, seyogyanya Mentan sudah memikirkan dengan matang jika pandemi berlanjut dan stok menipis, apa yang harus dilakukan jika produksi juga tak bisa menutupi.

“Dia harus tahu, di saat pandemi, Thailand dan Vietnam itu sudah tak mengekspor beras lagi buat ketahanan pangannya,” kata Uchok.

Baca Juga: Cetak Rekor, Positif Corona Hari Ini Bertambah 1.624 Kasus, Total 59.394

Dengan kata lain, lanjutnya, selain mengurusi soal produksi yang kemungkinan juga belum bisa teratasi, Mentan juga harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mencari sumber lain agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikkan harga bahan pangan.

“Di saat pandemi impor itu bukan barang haram untuk ketahanan pangan. Justru bagus kalau dia bisa impor. Nyatanya susah kan mencari bahan pangan impor di saat pandemi,” imbuhnya.

Terkait dengan program cetak sawah, Uchok sendiri mengingatkan agar pemerintah belajar dari kegagalan program serupa sebelumnya.

Baca Juga: Hari Ini Berulang Tahun, Kim Go-eun Singkirkan 300 Artis Saingan Demi Adegan Ranjang

Terkait kinerja, Menteri Pertanian Syahrul Limpo mengatakan bakal mempercepat musim panen. Dia ingin membuat produksi beras surplus. Kementan akan menyiapkan 7,4 juta hektare lahan sawah yang tersedia untuk mendukung percepatan musim panen.

"Kita ingin menghasilkan 15 juta ton beras," kata Syahrul di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Dia melanjutkan, saat ini stok beras dalam negeri yang masih tersedia per Juni 2020 sebanyak 7,49 juta ton. Dengan prediksi panen MT II tersebut, maka Syahrul memprediksi stok hingga akhir Desember 2020 akan mencapai 22 juta ton.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x