Harganya Gila-gilaan, Anggota Ombudsman Sebut Rapid Test Saat Ini Sudah Jadi Komoditas Dagang

- 8 Juli 2020, 08:20 WIB
Ilustrasi rapid test.
Ilustrasi rapid test. /

GALAMEDIA - Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai rapid test saat ini sudah menjadi komoditas dagang. Hal itu diungkapkannya sebagai respons Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Nomor HK.02.02/I/2875/2020 terkait penetapan harga tertinggi tes cepat (rapid test) antibodi virus korona (covid-19).

"Pertama, ini membuktikan selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan dan sudah menjadi komoditas dagang. Kenyataannya ini bisa ditekan menjadi Rp150 ribu," kata Alvin dalam keterangannya, Rabu (7/7/2020).
 
Ia mengatakan, setiap harga peralatan rapid test sedianya mencapai sekitar Rp 200 ribu. Namun, dia mendapat laporan dari berbagai daerah bila rumah sakit (RS) membeli kit rapid test di atas Rp200 ribu.

Baca Juga: Terekam Kamera, Petugas Medis Buang Mayat Pasien Positif Corona di Pinggir Jalan

Dalam penyelenggaraan rapid test, RS di daerah tidak punya pilihan karena harus membeli dari orang yang sama sehingga dikhawatirkan terjadi monopoli atau oligopoli. RS pun tidak bisa berbuat banyak.
 
Di sisi lain, SE Kemenkes dianggap masih memiliki banyak kekurangan. SE tidak menyebutkan sanksi bagi pihak yang melanggar peraturan atau yang mematok biaya rapid test di atas Rp150 ribu.
 
"SE ini juga membuktikan bahwa rapid test tidak mendeteksi apakah seseorang tertular covid atau tidak. Hanya tes antibodi," ucap dia.

Baca Juga: Pulang Kampung atau Dibunuh, Direktur FBI Ungkap Aksi Intelijen China di AS
 
Alvin juga menyoalkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) yang belum diatur. Biaya tes ini berkisar Rp1 juta hingga Rp3 juta. Hasil tes baru keluar dalam tujuh hari, sedangkan rapid test hanya 15 menit.
 
"Ini perlu menertibkan pelayanan tes PCR dan juga harganya transparan karena ini sudah jadi kebutuhan publik saat ini," imbuh dia.
 
Alvin pun menyoroti soal relevansi rapid test sebagai syarat menggunakan transportasi publik, baik udara, laut, dan darat. Hal itu karena hasil rapid test belum tentu akurat mendeteksi covid-19.
 
Pemerintah diminta meninjau kembali syarat penumpang mempunyai sertifikat rapid testmaupun PCR. Pasalnya, arus lalu lintas antardaerah dengan mobil pribadi atau bus tidak menggunakan persyaratan itu.

Baca Juga: Difavoritkan Jajak Pendapat, Cocok Enggak Aktor Ini Perankan James Bond?
 
"Tegakkan saja peraturan gunakan masker, suhu tubuh, jarak antara kursi di kereta/pesawat diberi sekat itu sudah cukup," jelas dia.
 
Saat ini, kata dia, hanya Indonesia yang mensyaratkan penumpang mempunyai sertifikat uji covid-19. Di negara lain, syarat itu hanya diberlakukan pada penerbangan internasional, bukan perjalanan domestik.
 
"Sebaiknya alat tes yang tersedia dimanfaatkan bagi daerah-daerah yang dikhawatirkan terjangkit atau daerah merah atau untuk orang yang suspect. Tidak menjadi syarat administratif untuk perjalanan menggunakan transportasi umum," ungkap dia.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x