Presiden Jokowi Prediksi Puncak Corona Agustus-September, Epidemilog : Salahnya Terlalu Optimis

- 14 Juli 2020, 16:18 WIB
Ilustrasi virus corona. (Getty Images/iStockphoto)
Ilustrasi virus corona. (Getty Images/iStockphoto) /

GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan puncak pandemi Covid-19 (virus corona) di Indonesia bakal terjadi kisaran Agustus-September 2020. Terkait hal itu, epidemilog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyatakan prediksi Jokowi tersebut terlalu optimis.

“Itu bisa benar, tapi juga bisa salah. Salahnya itu terlalu optimis. Kalau respons kita bagus, surveilans kita bagus, penduduknya patuh pakai masker, kalau itu tidak dipenuhi, bisa mundur lagi,” ujar Pandu, Selasa (14/7/2020).

“Jadi tergantung, sih, itu sampai sekarang kan masyarakat masih tidak mau memakai masker. Semua itu harus diperintahkan dulu presiden problem-nya," lanjutnya.

Baca Juga: Gaji Shin yang Tak Dipotong dan Ajak Timnas TC di Korsel. Robert Ngritik atau Ngiri?

Menurutnya, protokol kesehatan seharusnya diterapkan sejak pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia pada Maret lalu. Namun penanganan pandemi menjadi tidak cepat karena segalanya harus menunggu perintah Presiden.

Menurutnya, penanganan pandemi seharusnya ditangani langsung oleh presiden bukan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) maupun Gugus Tugas. Ini termasuk soal pengetesan yang akurat, contact tracing, isolasi, dan lain-lain.

“Respons kita ini dikerjakan dengan tidak adekuat, seharusnya dikerjakan langsung sesuai dengan sistem pemerintahan bukan dengan gugus tugas. Penanggulangan ini harus ditangani langsung oleh presiden dan semua kementerian.”

Baca Juga: Prof. Tri Wiratno: Teks Bisa Menjadi Alat Kecaman dan Hinaan  

Menurutnya, BNPB bukan organisasi yang tepat untuk melaksanakan penanggulangan wabah. Sedang, yang paling tepat dalam menangani wabah adalah negara bersama dengan Kementerian Kesehatan dan kementerian terkait lainnya.

“Karena ini lama dan harus segera diambil alih tidak lagi dilimpahkan ke Gugus Tugas.”

Dengan penanganan langsung oleh negara, hal paling signifikan yang akan dirasakan adalah di bagian operasional.

“Implementasinya akan lebih cepat, semuanya sesuai dengan infrastruktur kementerian. Sistem negara kita itu terdiri dari kabinet dan kementerian yang sudah punya pengalaman terkait sistem yang bisa dijalankan dengan cepat. BNPB itu bukan sistem, hanya badan," katanya.

Baca Juga: Tak Ada Lagi Istilah OTG, ODP dan PDP dalam Kasus Covid-19

Bagi masyarakat, Pandu mengatakan kampanye nasional yang dilakukan baru-baru ini seharusnya sudah dilakukan sejak Maret.

“Kampanye benar-benar kampanye bukan Jubir ngomong. Edukasi itu langsung ke masyarakat, mereka harus dengar dan menerima pesannya.”

Kampanye melalui media oleh Jubir tidak bisa dipastikan dapat sampai ke seluruh masyarakat, ujarnya. Masyarakat yang tidak memiliki akses internet atau televisi tidak akan mengetahui informasinya.

Baca Juga: Tragis, TKI di Arab Saudi Disiksa, Mata Disiram Klorin dan Tangan Disetrika

“Kampanye sebaiknya langsung ke masyarakat, akan lebih jelas dan lebih tahu. Pesannya pun jangan pesan yang membuat masyarakat bingung. Beritahu kewajiban memakai masker dan akibatnya jika tidak pakai masker.”

“Tanggung jawab masyarakat itu menjalankan 3M menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, ini harus dilakukan secara nasional,” kata Pandu.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x