Prediksi Wabah Corona Berlangsung Lama, Ahli Epidemiologi Usul Beri Imbalan Beras ke Warga Ikut Tes

- 26 Juli 2020, 01:25 WIB
Ilustrasi tes Covid-19.
Ilustrasi tes Covid-19. /

GALAMEDIA - Rendahnya kasus positif covid-19 (virus corona) di satu daerah bukan berarti daerah tersebut aman dari penyebaran virus tersebut. Hal itu bisa jadi daerah tersebut merasa aman sehingga langkah pemeriksaan atau tes covid-19 sangat minim.

"Itu sangat berbahaya," kata Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman dalam Webinar bertajuk ‘Synergy and Innovation for Global Health Security and Pandemic’ yang diinisiasi Shafco, Sabtu (25/7/2020).

Dengan diberlakukannya tes Covid-19 secara massal dan aktif, itu bisa mengendalikan penyebaran virus di masyarakat.

Sayangnya, sambung Dicky, masih ada beberapa daerah di Indonesia yang minim melakukan tes Covid-19. Itu bisa dilihat dari tren angka kasus yang dimiliki.

Ia mengakui sejumlah daerah kesulitan melakukan tes terkait masih rendahnya kesadaran masyarakat. Atau masyarakat mengkhawatirkan berbagai hal sehingga enggan mengikuti tes.

Dicky Budiman, Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia.
Dicky Budiman, Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia.


Terkait hal itu, menurutnya, pemerintah harus memberikan motivasi. Dicky memberi contoh testing di Filipina cukup berhasil dilakukan di berbagai daerah. Jadi, pihak pemerintah Filiina memotivasi masyarakat untuk mau melakukan test Covid-19 dengan memberi imbalan berupa beras 5 kg.

Cara ini ternyata berhasil dan dengan begitu, tracing virus bisa dilakukan jika ditemukan kasus positif Covid-19. Jika tracing berhasil dilakukan, maka penyebaran virus corona pun bisa dihentikan.

Baca Juga: Australia Berang di PBB, Tolak Klaim China Atas Nama Sejarah

“Motivasi seperti yang dilakukan Filipina dengan memberi 5 kg beras pada masyarakat yang mau dites Covid-19 bertujuan untuk melindungi masyarakat lainnya yang sehat dan pada akhirnya menghentikan penyebaran virus dan mengoptimalkan penyelesaian kasus positif Covid-19,” tutur Dicky.

Menurutnya, virus corona bakal ada di tengah masyarakat dalam kurun waktu relatif masih lama. Meski sudah ada upaya penelitian vaksin, tetapi, upaya pencegahan penularan virus mesti terus dilakukan dan penyembuhan pasien Covid-19 mesti dilakukan.

Ia menjelaskan, kasus Covid-19 di Indonesia masih pada fase awal. Dia memprediksi, kasus akan mulai landai pada akhir tahun 2020.

Baca Juga: Armada China Berulah di Wilayah Asia Tenggara, Kapal Perang Australia Bergabung dengan AS dan Jepang

“Jika mengacu pada sejarah pandemi sebelum-sebelumnya, penyelesaian pandemi paling cepat itu 1 tahun. Nah, Indonesia sekarang di posisi masih fase awal, maka perlu dilakukan pencegahan penyebaran virus supaya keparahan kasus bisa dikendalikan,” ujarnya.

Dicky mencontohkan pandemi flu Spanyol yang serupa dengan Covid-19. Pandemi yang berlangsung 1918-1919 ini juga pernah melanda masuk wilayah Indonesia.

Saat itu, kata Dicky, Indonesia mulai dilanda flu Spanyol pada bulan Juli. Di akhir tahun, sekitar bulan Oktober, Indonesia mengalami gelombang kedua pandemi flu Spanyol.

Baca Juga: China Bisa Bernapas Lega dan Fokus ke Soal Amerika Serikat, India Siap Jalin Perdamaian

"Angka kematian 4 juta, ini literatur menyebut seperti itu. Saat itu pun Indonesia mengalami gelombang kedua, jadi Oktober 1918. Puncaknya selalu di tahun pertama," ucap Dicky.

Dicky mengatakan harus ada perbaikan besar dalam sistem kesehatan di Indonesia untuk mencegah dampak pandemi di masa mendatang.

Ia menyarankan Indonesia membuat panduan penanganan pandemi. "Kita harus punya national program for preparedness of pandemic (program persiapan nasional menghadapi pandemi). Ini yang harus dibuat dam dipahami mulai pusat sampai daerah," tuturnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x