Ribuan Buruh Demo Tolak Upah Murah dan Minta Gubernur Terbitkan SK UMSK 2020

- 28 Juli 2020, 20:04 WIB
Demo buruh di PTUN Jabar
Demo buruh di PTUN Jabar /darma legi/
 

GALAMEDIA - Ribuan buruh dari serikat pekerja (SP) dan serikat buruh (SB) Se-Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa di daepan Kantor PTUN dan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa 28 Juli 2020.

Tuntutan mereka adalah Pertama, menolak gugatan pembatalan SK UMK Tahun 2020 yang diajukan oleh Apindo Jabar. Kedua cabut huruf D Diktun ketujuh SK UMK Tahun 2020, Ketiga, tolak Omnibus law RUU Cipta Kerja, keempat terbitkan SK UMSK Kab/Kota Tahun 2020, dan tolak UU Tapera. 

Ketua DPD Konfederasi KSPS Jabar, Roy Jinto Feriyanto mengatakan pihaknya menolak gugatan Apindo Jabar tentang pembatalan SK UMK Tahun 2020. Oleh karena itu PTUN Bandung harus menolak gugatan tersebut, sebab SK UMK Tahun 2020 yang diterbitkan Gubernur Jawa Barat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 
Menurutnya, gubernur diwajibkan untuk menetapkan upah minimum pasal 88 ayat (4) dan pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Produk hukum Pemerintah Daerah dalam membuat Penetapan yaitu melalui Pergub dan SK, sehingga keinginan Apindo Jabar kembali ke Surat Edaran (SE) tidak mempunyai landasan hukum dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
 
“Di samping itu gugatan Apindo tersebut mencerminkan rezim upah murah,” kata Roy di sela-sela demo.
 
Ia menambahkan alasan pencabutan huruf D Diktum ketujuh SK UMK Tahun 2020, karena PTUN Bandung hal tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 90 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Kepmen 231 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum, 
 
“Huruf D Diktum Ketujuh memberikan ruang kepada pengusaha untuk membayar upah buruh di bawah UMK Tahun 2020, tanpa harus mengajukan penangguhan sesuai Kepmen 231. Dan penambahan huruf D Diktum Ketujuh dalam SK UMK baru terjadi pada Tahun 2020, tahun-tahun sebelumnya huruf D Diktum Ketujuh tidak pernah ada dalam SK UMK,” jelas Roy.
 
“Tadi, (kemarin, red) di PTUN pembacaan putusan. Kita dimenangkan, oleh sebab itu, kami meminta gubernur segara menghapus huruf D Diktum ketujuh tersebut,” tegasnya.
 
Semengtara itu, kata Roy, pihaknya menolak RUU Ciptak Kerja bukan untuk mensejaterahkan buruh akan tetapi akan memiskinkan kaum buruh secara sistimatis dengan mendegradasi hak-hak buruh untuk kepentingan para kapiltalis. Selain itu, menyerahkan persoalan hubungan industrial hak dan kewajiban buruh dan pengusaha kepada mekanisme pasar (liberal).
 
“Juga menghilangkan tanggung jawab negara kepada rakyatnya dalam memberikan perlindungan, penghidupan yang layak, penghasilan yang layak, RUU ini juga memberikan setralisasi kekuasaan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya menghapus kewenangan otonomi daerah yang merupakan salah satu tujuan reformasi. Dan masih banyak lagi pasal yang merugikan masyarakat,” katanya.
 
Di samping itu, lanjut Roy, pihaknya menuntut Gubernur segara terbirkan SK Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Tahun 2020. Sebenarnya, Dewan Pengupahan Jabar telah beberapa kali melakukan rapat pleno membahas rekomendasi usulan UMSK Tahun 2020 Kota Depok, Kab. Cianjur, Kab. Subang, Kab. Bekasi dan Kota Bekasi. 
 
Dikatakan, Dewan Pengupahan sudah merekomenasikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk diterbitkan SK UMSK Tahun 2020 Kab/Kota tersebut, namun sampai saat ini gubernur tidak juga menerbitkan SK UMSK. 
 
“Kondisi ini membuat keresahan kaum buruh khususnya di kab/kota tersebut karena selama ini upah minimum buruhnya berdasarkan UMSK. Sehingga sebelum adanya SK UMSK Tahun 2020 maka terhitung sejak Januari 2020 sebagaian besar buruh di wilayah tersebut belum menerima kenaikkan upah,” ungkapnya.

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x