GALAMEDIA - Penyelidikan awal menunjukkan kelalaian dalam ledakan yang menewaskan lebih dari 100 orang di Beirut, Lebanon, pada Selasa, 4 Agustus 2020. Diketahui, tidak ada pula tindakan selama bertahun-tahun atas penyimpanan bahan yang sangat eksplosif di Pelabuhan Beirut.
Perdana menteri dan presiden Lebanon menyatakan, 2.750 ton amonium nitrat, yang biasa digunakan untuk pupuk dan bom, telah disimpan selama enam tahun di pelabuhan tanpa langkah-langkah keamanan.
"Ini adalah kelalaian," kata seorang sumber pemerintah kepada Reuters.
Sumber itu menambahkan, masalah keamanan penyimpanan telah dibawa ke beberapa komite dan hakim. Namun, "tidak ada yang dilakukan" untuk mengeluarkan perintah pemindahan atau pembuangan bahan mudah terbakar itu.
Baca Juga: Anang-Ashanty Beli Dua Mobil 'Maung' Pindad untuk Seserahan Aurel-Atta Halilintar
Sumber itu mengatakan api mulai membakar gudang nomor 9 di pelabuhan dan menjalar ke gudang 12, di mana amonium nitrat disimpan.Baca Juga: Gojek dan Unilever Indonesia Luncurkan Program Sahabat Sekolah di Bandung Raya
Ledakan tersebut adalah yang paling kuat yang pernah diderita oleh Beirut. Padahal kota ini masih dilanda perang saudara sejak tiga dasawarsa lalu.
Bahkan kini Beirut terhuyung-huyung akibat krisis keuangan yang dalam dan berakar pada korupsi selama puluhan tahun.
Direktur Jenderal Bea Cukai Lebanon Badri Daher mengatakan kepada penyiar LBCI pada Rabu, 5 Agustus 2020, bahwa bea cukai telah mengirim enam dokumen ke pengadilan, memperingatkan bahwa bahan itu menimbulkan bahaya.