Tuai Kritikan Soal Membuka Sekolah di Masa Pandemi Covid-19, Begini Repons Nadiem Makarim

- 12 Agustus 2020, 16:54 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim melaporkan harta kekayaan sebesar Rp1,2 triliun.
Mendikbud Nadiem Makarim melaporkan harta kekayaan sebesar Rp1,2 triliun. /-Foto: Bloomberg

GALAMEDIA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan Indonesia telat dalam membuka sekolah dibanding dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara di masa pandemi Covid-19 (virus corona).

Hal itu sebagai respons Nadiem terkait kritik kebijakannya mengizinkan pembelajaran tatap muka di sekolah di zona kuning atau risiko rendah dan hijau Covid-19.

"Di satu sisi memang bisa dilihat pilihan yang berani (membuka sekolah di tengah pademi). Tapi di sisi lain, kita juga bisa lihat kita telat. Jika kita lihat negara di Asia Tenggara, kita negara terakhir kedua yang membuka kembali sekolah," kata Nadiem melalui konferensi video dalam diskusi Rabu 12 Agustus 2020.

Baca Juga: Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Dipanggil Pengadilan Terkait Kasus Upaya Pembunuhan

Nadiem mengatakan, keputusan membuka sekolah di zona kuning dan hijau Covid-19 diambil dengan pertimbangan matang. Sekolah baru bisa dibuka jika pemerintah daerah dan komite sekolah mengizinkan.

Selain itu, para orang tua atau wali murid juga boleh tak mengizinkan anaknya belajar tatap muka meskipun sekolahnya telah dibuka.

Pendiri Go-Jek itu pun memastikan pembelajaran tatap muka dilakukan dengan berbagai pembatasan. Seperti pemangkasan jumlah siswa hingga 50 persen kapasitas, penutupan kantin, hingga pelarangan aktivitas ekstrakurikuler.

Baca Juga: Palestina Kian Panas: Israel Tutup Jalur Gaza, Penghancuran Bangunan Warga Kian Menjadi-jadi

"Bahkan di zona hijau yang kita umumkan dua bulan lalu, hanya 25 persen sekolah yang akhirnya memutuskan pembelajaran tatap muka," ujarnya.

Nadiem mengatakan kebanyakan kota besar di Indonesia juga belum melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Ia menilai keputusannya dalam membuka sekolah kembali di tengah pandemi virus corona merupakan langkah yang konservatif.

Lebih lanjut, Nadiem khawatir muncul dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) terhadap pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, ia mengambil kebijakan membuka sekolah meskipun kasus Covid-19 masih terus bertambah.

Baca Juga: Ekonomi Inggris Terjerumus Jurang Resesi, Lebih Buruk dari Prancis, Jerman dan Italia

Menurut Nadiem, dari kasus yang dialami negara lain di masa lalu, banyak studi menemukan dampak signifikan ketika siswa tidak dapat bersekolah tatap muka dalam waktu yang panjang.

Ia menyebut para siswa bisa terkena dampak psikologis, mulai dari stres, kesepian sampai ketegangan dengan orang tua dan keluarga. Untuk itu, Nadiem menilai siswa harus secepatnya kembali ke sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.

Nadiem memahami kebijakannya menuai banyak kritik. Ia mengakui keputusannya itu berisiko di sisi keamanan dan kesehatan warga sekolah. Menurutnya, kritik akan selalu datang dari setiap kebijakan yang diambil.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Tembus 130 Ribu, Epidemiolog: Jumlah Sebenarnya Bisa Dua Kali Lipatnya

"Ketika kami memutuskan PJJ, begitu banyak kritik dari siswa dan orang tua yang tidak mampu membeli kuota. Mereka bilang tolong biarkan kami ke sekolah sesekali. Selalu akan ada dua opini dalam hal ini," katanya.

Sebelumnya kritik terhadap kebijakan Nadiem membuka sekolah di zona hijau berdatangan dari guru dan organisasi pendidikan. Mereka khawatir pembukaan sekolah akan menjadi klaster baru penyebaran virus corona.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x