Perajin Lurik Cawas yang Lesu Akibat Pandemi Bersiap Pasarkan Luba  

- 22 September 2020, 14:49 WIB
 Perajin tenun lurik Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas, Nurul Chotimah, dengan kain tenun desain dan pola baru "Luba" perpaduan lurik dan batik yang siap masuk pasar  3 Attachments
Perajin tenun lurik Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas, Nurul Chotimah, dengan kain tenun desain dan pola baru "Luba" perpaduan lurik dan batik yang siap masuk pasar 3 Attachments /Tok Suwarto/

 

GALAMEDIA - Industri rumah tangga kerajinan kain lurik tradisional di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, yang belum lama bangkit dari keterpurukan akibat kalah bersaing dengan kain bermotif lurik buatan pabrik, kembali limbung terkena dampak pandemi Covid 19.
Gairah para perajin tenun yang sempat berkobar kembali lesu, karena selama pandemi Covid 19 pemasaran kain lurik tradisional yang diproduksi dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) itu mengalami penurunan drastis.

Salah seorang perajin tenun tradisional di Kampung Lurik, Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas, Nurul Chotimah (51), mengungkapkan, produksi kain lurik dengan kekhasan motif klasik garis-garis memanjang tersebut sebelum pandemi Covid 19 mulai membaik. Para perajin yang sebelumnya hanya menjual hasil kerajinannya ke Pasar Klewer, Solo, sempat melebarkan pasar ke Yogyakarta, Jawa Timur dan bahkan sampai Bali.

"Saat itu, setiap bulan para perajin tenun di Kampung Lurik Desa Tlingsing bisa membuat antara 150 sampai 175 meter kain lurik. Tetapi, pada masa pandemi Covid 19 ini produksi para perajin turun sekitar 70 persen," katanya, Selasa, 22 September 2020.

Baca Juga: Ngaku Lemas, Ibunda Tersangka Kasus Mutilasi Sebut Sudah 1,5 Tahun Hilang Kontak dengan Laeli

Namun Nurul Chotimah menyatakan, masa pandemi Covid 19 yang berkepanjangan ini juga membawa manfaat bagi para perajin yang kebanyakan dikerjakan kaum perempuan. Disamping melakukan evaluasi usaha disaat pasar sepi, kata Nurul, para perajin tenun lurik khususnya di Desa Tlingsing juga mencoba mengembangkan desain dan pola kain yang tempo dulu hanya untuk menggendong bayi atau baju beskap dan kebaya ditambahkan sentuhan desain dan pola baru untuk menarik selera pasar.

"Sejak zaman dahulu, yang namanya kain lurik polanya hanya berupa garis-garis memanjang atau pola hujan gerimis itu saja. Selama masa pandemi dan pasar juga sepi, kami para perajin melakukan inovasi pengembangan desain dan pola, dengan pendampingan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS," jelasnya.

Dra. Rara Sugiarti, MTourism, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, bersama tim pimpinan Prof. Dr. Tulus Haryono, yang melakukan pendampingan terhadap para perajin mengajarkan tentang desain dan pola baru yang dapat dikombinasikan dengan lurik. Salah satu yang diajarkan adalah pengembangan lurik yang dipadukan dengan batik dan dia beri nama "Luba" atau akronim dari Lurik dan Batik.

Baca Juga: AKP Nasurdin Jabat Kasat Reserse Narkoba Polres Cimahi Gantikan AKP Andri Alam Wijaya

Halaman:

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x