Demi Kejar Kepentingan di LCS, Amerika Serikat Siap Ambil Risiko Perang Nuklir dengan China

- 28 September 2020, 06:50 WIB
Jet tempur AS di kapal induk USS Ronald Reagan. (Foto: Twitter @USNavy)
Jet tempur AS di kapal induk USS Ronald Reagan. (Foto: Twitter @USNavy) /


GALAMEDIA - Suhu hubungan Amerika Serikat (AS) dan China kian memanas saat Washington terus mengejar kebijakan untuk mencoba mendominasi urusan global.

Hal itu dipicu akibat AS memaksakan diri mengejar kepentingan mereka di kawasan Laut China Selatan.

"Ada peningkatan yang stabil dalam latihan Angkatan Laut AS di Laut China Selatan dan Selat Taiwan," ucap Mike Wong, Wakil Presiden Veterans for Peace San Francisco, seperti dilansir Sputnik.

Dia mengatakan, AS mengirim dua kelompok tempur kapal induk bersama-sama berlayar melalui Laut China Selatan.

Menurut Wong, itu adalah awal, dan kini militer AS terus mengirimkan kapal perang ke wilayah tersebut.

"Kami mengirim kapal penjelajah rudal baru kemarin, dan tentu saja Angkatan Laut China tidak dapat mengabaikan provokasi ini. Sebab, meskipun AS mengklaim bahwa itu adalah 'kebebasan navigasi', itu bukanlah kebebasan navigasi ketika Anda mengirim dua kelompok kapal induk melalui Laut China Selatan, itu adalah intimidasi," ujarnya.

Baca Juga: Hari Ini, Bandung dan Sekitarnya Diperkirakan Akan Ceerah Berawan hingga Berawan

"Itu adalah langkah menyiapkan latihan militer, yang akan Anda lakukan jika Anda akan berperang melawan China atau jika Anda akan memblokir Laut China Selatan, (dari) tempat 60% minyak China berasal dan perdagangan bernilai ribuan dolar," sambungnya.

Menurut rilis berita Angkatan Laut AS, USS Mustin melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan pada 27 Agustus.

Kapal tersebut berlayar melalui perairan teritorial yang diklaim China seolah-olah itu adalah perairan internasional, karena AS menolak untuk mengakui validitas klaim China untuk menguasai daerah itu.

Tiga kapal induk Amerika Serikat, USS Nimitz (atas), USS Ronald Reagan (tengah) dan USS Theodore Roosevelt (bawah), berlayar bersama gugus tempurnya di perairan internasional di Pasifik Barat, pada 12 November 2017. Courtesy James Griffin/U.S. Navy/Handout/REUTERS.
Tiga kapal induk Amerika Serikat, USS Nimitz (atas), USS Ronald Reagan (tengah) dan USS Theodore Roosevelt (bawah), berlayar bersama gugus tempurnya di perairan internasional di Pasifik Barat, pada 12 November 2017. Courtesy James Griffin/U.S. Navy/Handout/REUTERS.

Pada awal Juli, AS mengirim dua kapal induk, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, untuk melakukan operasi di kawasan tersebut.

Wong menuturkan, ketika AS mulai mengirim kapal ke Laut China Selatan, militer China mulai melakukan latihan Angkatan Laut di sekitarnya, hanya untuk menunjukkan bendera dan menunjukkan bahwa mereka tidak terintimidasi.

"Kami kemudian menanggapi dengan menerbangkan pesawat mata-mata U-2 di atas dan mereka menanggapi dengan menembakkan beberapa rudal ke daerah tersebut dari darat yang menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan, jika perlu, untuk menenggelamkan kapal kami, termasuk kapal induk kami. Jadi, ini menjadi permainan yang sangat berbahaya,” jelas Wong.

"Ini bisa dengan mudah meningkat menjadi konfrontasi tembak-menembak, yang bisa meningkat menjadi perang."

Kapal pengintai Amerika Serikat U-2.
Kapal pengintai Amerika Serikat U-2.

"Banyak pangkalan militer China akan dekat dengan beberapa fasilitas rudal nuklir mereka, yang berarti bahwa jika kami melakukan serangan balik, China tidak tahu apakah kami membidik pasukan konvensional atau kekuatan nuklir mereka. Juga, banyak kapal kita yang melaut yang bertenaga nuklir atau memiliki kemampuan menembakkan rudal nuklir," ungkapnya.

Dengan begitu, menurutnya, potensi terjadinya perang nuklir yang sebenarnya menjadi kemungkinan yang nyata dan ini sangat berbahaya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x