30 Negara Dililit Naga Merah, Lancarkan Diplomasi Utang demi Dominasi Global PM Inggris Tampar China

- 29 September 2020, 14:09 WIB
galamedianews.com
galamedianews.com /galamedianews.com

GALAMEDIA - Peringatan datang dari Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang memerintahkan para diplomat untuk melancarkan gerakan baru melawan ekspansionisme China.

Tamparan keras ini menyusul tudingan Beijing berada di balik keputusan Barbados mencopot Ratu sebagai kepala negara.

Barbados menjadi satu dari lusinan negara yang merupakan bagian dari Belt and Road Initiative atau yang dulu dikenal dengan One Belt One Road (Satu Jalur Satu Sabuk).

Dalam skema inisiatif ini China meminjamkan uang 239 miliar poundsterling atau Rp 4.577 triliun kepada 30 negara, termasuk negara miskin dan berkembang untuk membantu mereka mendanai proyek infrastruktur penting, seperti pelabuhan dan jalur kereta api berkecepatan tinggi.

Namun China dapat menguasai proyek yang telah selesai jika negara-negara tadi gagal membayar. Beijing  pun kerap menuntut persyaratan preferensial dalam kesepakatan perdagangan sebagai syarat pinjaman.

Semua itu disebut Boris tak ubahnya cara China “mencekik” sebagian besar negara berkembang dengan belenggu utang.

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Selasa (29 September 2020) Boris khawatir dampak ekonomi akibat Covid-19 akan membuat negara-negara kian rentan terhadap dominasi Cina. Ia pun menuntut China lebih transparan dalam urusan keuangan.

Barbados yang merdeka pada tahun 1966, minggu lalu mengumumkan akan menjadi republik pada tahun 2021.  

Gubernur Jenderal Dame Sandra Mason mengatakan, “Waktunya telah tiba untuk sepenuhnya meninggalkan masa lalu kolonial kita ... Rakyat Barbados menginginkan kepala negara sendiri.”

Baca Juga: Bupati Bandung Barat Tak Pernah Larang Warga Jakarta Datang ke Lembang

Terkait hal ini intelijen Amerika yang selama ini berbagi informasi dengan Inggris mengindikasikan tekanan dilakukan pada Barbados oleh pemberi investasi yaitu China untuk memutuskan “hubungan kolonial” mereka dengan Inggris.

Tom Tugendhat, ketua Tory dari Komite Urusan Luar Negeri mengatakan keputusan Barbados menunjukkan bagaimana China 'mengikat negara baru ke dalam tatanan kekaisaran mereka' dengan menggunakan 'diplomasi utang'. Tapi utang dari Negeri Naga Merah itu melilit jauh lebih kuat.

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Tahap 5 Cair Akhir September, Begini Cara Cek Nama Penerima

Kepada Mail akhir pekan lalu Tugendhat mengatakan, “Barbados sepertinya ibarat  piala terbaru dalam untaian kekaisaran Beijing... Permainan Besar ini telah memberi jalan bagi Perjudian Besar di mana negara-negara mengambil pinjaman dari bank-bank Tiongkok dan bertaruh mereka dapat membayarnya kembali sebelum klausul jatuh tempo.”

Dia menambahkan, “Kita harus mengingatkan negara-negara Karibia bahwa  konstitusi nomarki, terutama di bawah Ratu adalah pertahanan terbaik melawan tiran.”

Angka dari laporan Mail on Sunday mengungkap skala jangkauan China atas negara-negara miskin dengan angka utang mencapai hampir sepertiga dari produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Ngamuk, Netizen Keroyok Akun Instagram Vanuatu

Pakistan berada di urutan teratas dalam daftar penerima total utang  yaitu £27 miliar atau Rp 517 triliun. Sementara Kamboja yang dengan utang £5 miliar (Rp 95 triliun) tercatat sebagai negara yang paling terkuras PDB-nya yaitu 29,5 persen.

Penerima utama pinjaman lainnya termasuk Laos yang setara dengan 26,1 persen PDB, Zambia 23,4 persen, Etiopia dengan 17,7 persen, dan Belarus 13 persen. Indonesia berada di posisi 14 dengan utang Rp 95 triliun atau setara 0,7 persen PDB.

Baca Juga: Program Citarum Harum: Tingkat Pencemaran Sungai Citarum Turun Drastis

Peringatan Boris Johnson menandai perubahan tajam kebijakan pemerintahan Inggris. Sebelumnya Theresa May dan Philip Hammond mendorong Inggris untuk sepenuhnya mendukung investasi global China.

Sumber dari rumah dinas PM Inggris mengatakan, “Ketika virus korona menghancurkan negara-negara berkembang, banyak yang menyadari mereka berada dalam tekanan China sebagai akibat dari utang besar yang mereka miliki.”

Inisiatif Satu Jalur Satu Sabuk disebut sebagai Rencana Marshall China yang ekspansionis. Ini terlihat dari langkah Beijing mendanai jalur kereta api berkecepatan tinggi di Laos yang harganya setara dengan lebih dari seperempat PDB negara tersebut.

Baca Juga: Program Citarum Harum: Tingkat Pencemaran Sungai Citarum Turun Drastis

“China melakukan semua ini dengan cara yang paling tidak transparan. Mereka  memberikan pinjaman berbunga tinggi dan tidak berkelanjutan dengan jaminan  sumber daya alam negara. Negara-negara itu berada dalam bahaya, dipaksa menjual generasi mendatang untuk memenuhi utang saat ini."

Sumber yang sama menambahkan, “Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan G20, China perlu meningkatkan kewajibannya dan mengakhiri rendahnya transparansi kronis ini.”

Baca Juga: Hari Jantung Sedunia: Ini 4 Makanan Kaya Serat yang Ampuh Cegah Penyakit Jantung Koroner

Sementara itu, Charlie Robertson penulis The Fastest Billion: The Story Behind Africa's Economic Revolution dan pakar diplomasi utang China  mengatakan, China melakukan apa yang dilakukan Inggris di era Victoria.

Yaitu  mengekspor tabungan  ke negara lain demi dominasi global. “Ini pasti memicu teori konspirasi tentang China yang berharap  negara-negara yang dipinjami utang tak akan mempu membayarnya sehingga mereka dapat merebut infrastruktur penting di banyak negara.”***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Daily Mail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x