GALAMEDIANEWS - Untuk mengendalikan kecenderungan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memperluas uji coba pelepasan nyamuk ber-Wolbachia pada empat kelurahan di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Pasalnya, hingga pekan ke-10 tahun 2024, Kota Bandung merupakan kota dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 1.301 kasus dan kematian yang cukup tinggi mencapai tujuh jiwa.
Demikian ditegaskan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M) Kemenkes, Imran Pambudi saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (31/3). "Rencana timeline di tahun 2024 ini Kota Bandung nanti akan dirilis di empat kelurahan lainnya di Kecamatan Ujungberung," katanya.
Selain empat kelurahan baru di Ujungberung, lanjut Imran, Kemenkes juga akan menyasar satu kecamatan lainnya di Kota Bandung yang memiliki kasus DBD tertinggi sebagai perluasan lanjutan pelepasan nyambuk ber-Wolbachia.
Hingga Saat Ini Baru Kelurahan Pasanggrahan Yang Telah Melaksanakan Penyebaran Nyamuk Ber-Wolbachia
Dikatakan Imran, perluasan uji coba pengendalian DBD di wilayah Kec. Ujungberung tersebut telah melalui penetapan nota kesepakatan antara Kemenkes dan Pemkot Bandung pada 18 Maret 2024.
Namun hingga saat ini, lanjut Imran, baru satu kelurahan di Kecamatan Ujungberung, yakni Pasanggrahan yang telah melaksanakan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia sejak akhir 2023.
Sedangkan Kec. Ujungberung yang mempunyai luas wilayah 1.035,411 hektare dengan jumlah penduduk 67.144 jiwa, itu terbagi atas tujuh kelurahan, 71 RW, dan 330 RT. Yaitu, Kelurahan Pasir Endah, Kelurahan Cigending, Kelurahan Pasir Wangi, Kelurahan Pasir Jati, Kelurahan Pasanggrahan, Kelurahan Ujungerung, dan Kelurahan Cisaranten Wetan.
Baca Juga: 7 Rekomendasi Tempat Wisata di Ciwidey Bandung Terkenal, View Bagus Cocok Untuk Liburan Lebaran
Selain di Kota Bandung, Nyamuk Ber-Wolbachia Juga Akan Diuji Coba di Semarang, Bontang, Jakarta Barat, dan Kupang
Inovasi program penanggulangan DBD berteknologi nyamuk ber-Wolbachia telah melalui uji coba yang dilakukan Universitas Gajah Mada (UGM), Yayasan Tahija, dan Monash University selama kurang lebih 10 tahun.