Menaker Puyeng, Buruh Tuntut Kenaikan Upah 8 Persen Tahun Depan

- 21 Oktober 2020, 18:03 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal
Presiden KSPI Said Iqbal /


GALAMEDIA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesi (KSPI) meminta kenaikan upah sebesar 8 persen untuk upah minimum pada 2021 nanti.

Padahal sebelumnya Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengisyaratkan upah minimum tahun depan tidak bakal mengalami kenaikan terkait kasus pandemi virus corona (Covid-19).

"Serikat buruh KSPI berpendapat, mengusulkan, kenaikan upah minimum harus tetap ada. Berapa nilai yang diminta oleh KSPI? 8 persen kenaikan UMK, UMSK, UMP, UMSP," ungkap Presiden KSPI Said Iqbal, dalam Konferensi pers virtual, Rabu 21 Oktober 2020.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Beberkan Detail Kedatangan Puluhan Polisi Datangi Kediaman Petinggi KAMI Ahmad Yani

Permintaan kenaikan upah minimum sebesar 8 persen didasarkan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tiga tahun berturut-turut.

Ia juga membandingkan kondisi resesi ekonomi karena pandemi covid-19 yang berbeda dengan krisis moneter pada 1998 silam.

"Pada 1998 pun terjadi resesi. Sebagai pembanding, pertumbuhan ekonomi dari 1998 ke 1999 adalah minus 17,6 persen. Ketika itu, ketua umum SPSI, karena serikat pekerja hanya SPSI, menteri tenaga kerja dan ketum Apindo sepakat nol persen. Sama kejadiannya kayak sekarang," ujarnya.

Baca Juga: Israel-Hamas Kembali Memanas, IDF Serang Situs Bawah Tanah Usai Diserang Roket

Atas keputusan tersebut, sambung dia, terjadi perlawanan keras dari kaum buruh. Hal itu lalu membuat presiden yang menjabat, Habibie, menginstruksikan kenaikan upah minimum.

"Akhirnya presiden saat itu memutuskan meminta menaker menginstruksikan naik upahnya melalui gubernur DKI, waktu itu kan masih UMR namanya. Diputuskan menaker naiknya 16 persen, padahal pertumbuhan ekonominya minus 17 persen," terang Iqbal.

"Dengan analogi yang sama, kita belum sampai minus 8 persen di tiga kuartal ini. Baru setengah dari 1998-1999. Maka, kami meminta naik 8 persen itu wajar. Tujuannya, biar purchasing power (daya beli) tetap terjaga. Konsumsi dijaga tidak akan makin resesi dalam," imbuh dia.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tolak Mentah-mentah Permintaan Pentagon

Sementara alasan lainnya, kata dia, karena didasarkan dari fakta di lapangan masih banyak perusahaan yang beroperasi di tengah pandemi covid-19.

"Itu menjelaskan perusahaan walaupun mungkin profitnya turun tapi masih sehat. Buktinya, masih operasi, bahkan beberapa perusahaan komponen otomotif memanggil kembali karyawan-karyawan baru untuk dikontrak. Fakta itu. Masih banyak perusahaan yang mampu," tandasnya.

Hal itu tentunya bakal membuat pusing Menaker Ida Fauziyah dan tentunya para pengusaha.

Sebelumnya Menaker Ida Fauziyah menyatakan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2021 masih akan menggunakan formula lama yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015.

Baca Juga: Tampar Polisi, Wasekjen MUI: Teroris Aja Ketangkep Walau Ngumpet, Masak Alamat Denny Susah Didapat?

Soalnya tata cara penetapan upah minimum baru dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) atau Omnibus Law Ciptaker belum diatur lebih rigid dalam ketentuan turunan.

Namun, Ida menambahkan karena situasi perekonomian diperkirakan belum pulih dari pandemi covid-19, komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penentuan UMP kemungkinan besar tak akan berubah.

Artinya, upah minimum tahun depan tak akan mengalami kenaikan seperti yang lazim terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Sebagai catatan, penghitungan upah minimum mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Baca Juga: Tampar Polisi, Wasekjen MUI: Teroris Aja Ketangkep Walau Ngumpet, Masak Alamat Denny Susah Didapat?

"Memang ada perubahan komponen KHL untuk 2021. Namun, kita semua tahu akibat dari pandemi covid-19 ini pertumbuhan ekonomi minus. Saya kira tidak memungkinkan menetapkan normal seperti dalam PP maupun peraturan UU," ujarnya, Rabu 7 Oktober 2020.

Ida juga menuturkan bahwa usulan UMP sama dengan tahun ini yang berasal dari Dewan Pengupahan Nasional. Jika penghitungan UMP dipaksakan dengan formula yang ada di PP 78/2015 maka banyak perusahaan tidak dapat membayar upah minimum.

"Kami dapatkan saran dari Dewan Pengupahan Nasional dan saran ini akan jadi acuan bagi kami, menteri untuk tetapkan upah minimum 2021. Karena kalau paksakan mengikuti PP78 atau UU baru ini, banyak perusahaan yang tidak bisa bayar upah minimum provinsi," imbuhnya.

Baca Juga: Tiga Relawan KAMI Jabar Ditetapkan sebagai Tersangka Penganiayaan Polisi

Meski demikian, Ida masih membuka kemungkinan lain terkait penghitungan UMP untuk tahun depan. Ia menilai rekomendasi dari Dewan Pengupahan Nasional tersebut akan terus di-update informasinya kepada publik.

"Kami akan update, akan dengarkan sekali lagi Dewan Pengupahan Nasional," imbuhnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x