Hanya Naikan Utang dan Penangkapan Aktivis Kritis, Setahun Pemerintahan Jokowi Ambyar

- 22 Oktober 2020, 16:34 WIB
Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. /dok. Pikiran-Rakyat.com



GALAMEDIA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti setahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin. Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Mulyanto menyatakan secara umum kinerja pemerintahan Jokowi di bawah standar.

Disebutkan, kinerja yang ada sekarang jauh dari janji kampanye yang disampaikan kepada rakyat.

“Pemerintahan Jokowi di periode kedua ini ambyar. Hampir semua sektor kehidupan mengalami grafik penurunan. Karena yang naik hanya utang dan kasus penangkapan aktivis yang kritis terhadap pemerintah,” ujar Mulyanto dalam keterangan persnya, Rabu 21 Oktober 2020.

Ia pun mengungkapkan masyarakat Indonesia saat ini terbelah menjadi cebong-kadrun. Pemerintah yang seharusnya mendamaikan, ternyata malah jadi sumber perpecahan.

Hal ini ditandai dengan adanya kelompok influencer (berpengaruh) di media sosial yang digerakkan sebagai buzzer dan didanai langsung oleh negara.

Baca Juga: Tak Bertemu Jokowi Buruh Pedemo Kecewa, Sebut Banyak Menteri Bikin Gaduh

“Tak tanggung-tanggung besaran dana untuk influencer dan buzzer ini lebih besar daripada anggaran riset vaksin,” ujarnya.

“Pemerintah gagal membangun rasa kebersamaan masyarakat. Dengan segala sumberdaya dan kewenangan yang dimiliki Pemerintah harusnya bisa mencegah keadaan ini agar jangan sampai meluas. Tapi sayangnya pemerintah terkesan lebih menikmati kondisi ini daripada menyelesaikannya. Sehingga masyarakat kita rentan dari perpecahan,” katanya.

Secara politik, Mulyanto berpendapat, pemerintah merasa terganggu oposisi, baik di parlemen maupun di luar parlemen. Pemerintah menganggap oposisi sebagai ancaman sehingga perlu ditiadakan dengan segala cara.

Baca Juga: Hari Santri Nasional 2020, Jokowi Harap Gerakan Revolusi Jihad Terus Hadir Untuk Pertahankan Bangsa

“Demokrasi itu mensyaratkan adanya oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan. Dengan adanya oposisi maka Pemerintah akan dapat dikontrol dan diawasi kinerjanya,” katanya.

Jika di parlemen hampir semua kekuatan partai politik dirangkul menjadi koalisi pemerintah maka seharusnya oposisi di luar parlemen diberi ruang yang cukup untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya.

"Jangan didiskreditkan sebagai ancaman negara. Makanya wajar jika kelompok oposisi, yang semula lebih bersifat keummatan, yang disimbolkan dengan tokoh Habib Rizieq Shihab, semakin melebar dengan dideklarasikannya oposisi yang lebih bersifat kebangsaan dalam gerakan KAMI, dengan tokoh sentralnya Din Syamsudin dan Jendral Gatot Nurmantyo,” ungkapnya.

Dalam setahun Pemerintahan Jokowi, Mulyanto juga menyoroti tumbuhnya politik dinasti, dimana anak-menantu Jokowi terjun dalam Pilkada. Secara aturan mungkin pelibatan anak dan mantu dalam hajat pilkada tidak dilarang tapi secara etika dinilai kurang pantas.

Baca Juga: Buruh Kepung Istana Hingga Nyalakan Boom Smoke, Jokowi 'Lari' ke Sultra

Menurutnya, pada periode ini kita merasakan betul adanya praktik oligarki kekuasaan, di mana ada kerjasama terlarang antara penguasa dan pengusaha dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pihak tertentu.

“Hal ini dapat terlihat dari UU Cipta Kerja yang mendukung para pemodal mengeksploitasi sebesar-besarnya kekayaan negara. Tentu hal ini menjadi warna yang tidak elok dan menyimpan ketidakadilan dalam wajah perpolitikan di satu tahun pemerintahan Jokowi,” tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x