Warga Amerika Sambut Wapres Perempuan Pertama Berdarah Asia, Dipuji Kerena Gaya Bertanya

- 6 November 2020, 22:22 WIB
Kamala Harris.
Kamala Harris. /


GALAMEDIA - Sejumlah warga Amerika Serikat menyambut kehadiran Wakil Presiden Amerika Serikat perempuan pertama, Kamala Harris.

Selain itu, Wapres campuran berkulit hitam dan Asia Selatan pertama.

Hal tersebut disampaikan kontributor New York Times Wajahat Ali pada akun twitternya @wajahatali.

Wakil Presiden Terpilih Kamala Harris, merupakan putri Shyamala Gopalan Harris dan Donald Harris, dua imigran kulit berwarna.

"Trump tidak akan pergi diam-diam. Partai Republik akan membantunya dalam segala macam kejahatan dan kekacauan yang mengganggu. Tapi, ada dua hal yang pasti. Dia hilang. Dia pergi sebelum 20 Januari," ujar Wajahat Ali, yang juga sebagai penulis buku.

Baca Juga: Bye Bye Trump, #PresidenElectJoeBiden Jadi Trending Topic: We Made It!

Menurutnya, Biden-Harris memiliki dua tantangan: menyembuhkan bangsa dan menjadi pemimpin bagi semua orang, termasuk mereka yang memilih Trump.

"Juga, akui bahwa mereka berurusan dengan partai minoritas yang semakin ekstremis yang tidak akan pernah berurusan dengan itikad baik dan menyusun strategi yang sesuai," katanya.

Mengenal Kamala Harris

Sementara itu Kamala Harris merupakan anggota Demokrat California yang lahir di Oakland, California, dari dua orang tua imigran: seorang ibu kelahiran India dan ayah kelahiran Jamaika.

Setelah orangtuanya bercerai, Harris dibesarkan oleh ibu tunggal beragama Hindu, yang merupakan peneliti kanker dan aktivis hak-hak sipil.

Dia tumbuh dengan memeluk kebudayaan India. Ia ikut dengan ibunya dalam kunjungan ke India, tetapi Harris mengatakan bahwa ibunya mengadopsi budaya Afrika-Amerika Oakland, hal yang mempengaruhi kedua putrinya - Kamala dan adik perempuannya Maya.

Baca Juga: Bye Bye Trump, Joe Biden Telah Terpilih Sebagai Presiden ke-46 Amerika Serikat!

"Ibu saya mengerti betul bahwa dia membesarkan dua anak perempuan kulit hitam," tulisnya dalam otobiografinya The Truths We Hold.

"Dia tahu bahwa tempat di mana dia tinggal [AS] akan melihat Maya dan saya sebagai gadis kulit hitam dan dia bertekad untuk memastikan kami akan tumbuh menjadi perempuan kulit hitam yang percaya diri dan bangga dengan diri kami."

Dia berkuliah di Howard University, salah satu perguruan tinggi dan universitas kulit hitam terkemuka di AS. Pengalaman itu dia gambarkan sebagai salah satu yang paling membentuk dirinya.

Harris mengatakan dia selalu nyaman dengan identitasnya dan hanya menggambarkan dirinya sebagai "orang Amerika".

Pada 2019, dia mengatakan kepada Washington Post bahwa politisi tidak perlu masuk ke dalam satu kategori karena warna kulit atau latar belakang mereka.

Baca Juga: Habib Rizieq Pulang: Mahfud MD Ibarat Maju Kena Mundur Kena, Kok Salah Terus?

"Maksud saya adalah: Saya adalah saya. Saya baik-baik saja dengan itu. Anda mungkin perlu berusaha memahami itu, tapi saya baik-baik saja dengan itu," katanya.

Setelah empat tahun di Howard, Harris mendapatkan gelar hukumnya di Universitas California, Hastings, dan memulai karirnya di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.

Dia menjadi jaksa wilayah - jaksa tertinggi - untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai perempuan pertama dan orang Afrika-Amerika pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pejabat penegak hukum tertinggi di negara bagian terpadat di Amerika itu.

Dalam dua periode masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu bintang Partai Demokrat yang sedang naik daun.

Momentum ini digunakannya untuk mendorong pemilihannya sebagai senator junior AS di California pada tahun 2017.

Saat berada di Senat AS, Harris telah dipuji karena gaya bertanyanya yang seperti jaksa penuntut.

Baca Juga: BLT BPJS Tahap 2 Ternyata Berbeda dengan Sebelumnya

Sejak pemilihannya menjadi Senat AS, mantan jaksa penuntut itu mendapatkan dukungan dari kaum progresif karena pertanyaan pedasnya terhadap calon Mahkamah Agung saat itu Brett Kavanaugh dan Jaksa Agung William Barr dalam sidang-sidang penting di Senat.

Ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden dalam kampanye yang dihadiri lebih dari 20.000 orang di Oakland, California, pada awal tahun lalu, rencananya untuk tahun 2020 itu disambut antusias.

Namun senator itu gagal mengartikulasikan alasan yang jelas untuk kampanyenya dan melontarkan jawaban yang membingungkan untuk pertanyaan-pertanyaan di bidang kebijakan utama, seperti yang terkait dengan bidang kesehatan.

Dia juga tidak dapat memanfaatkan kelebihannya: pertunjukan debat yang memamerkan keterampilannya sebagai jaksa penuntut, yang sering kali menempatkan Biden di posisi yang diserang.

Harris terlihat berada di posisi seimbang antara sayap progresif dan moderat di partainya, tetapi akhirnya dia tak berhasil menarik keduanya.

Ia mengakhiri pencalonannya pada bulan Desember sebelum kontes Demokrat pertama di Iowa pada awal 2020.

Pada bulan Maret, Harris mendukung mantan wakil presiden tersebut, dengan mengatakan dia akan melakukan "segala upaya untuk membantu terpilihnya [Biden] sebagai Presiden Amerika Serikat berikutnya".

Baca Juga: Benarkah China Tak Berharap Donald Trump Kalah dalam Pilpres AS 2020?

Pencalonan Harris pada tahun 2020 membuat performanya sebagai jaksa penuntut utama California disorot.

Meskipun bersandar ke sisi kiri pada masalah-masalah seperti pernikahan gay dan hukuman mati, dia menghadapi serangan berulang-ulang dari kaum progresif karena dianggap tidak cukup progresif, dan menjadi subyek opini editorial oleh profesor hukum Universitas San Francisco, Lara Bazelon.

Pada awal masa kampanye, Bazelon menulis bahwa Harris sering menghindari pertempuran progresif yang melibatkan isu-isu seperti reformasi polisi, reformasi narkoba dan penuntutan yang salah.

Harris, yang mendeskripsikan diri sebagai "penuntut progresif" mencoba memperlihatkan ia lebih condong ke kiri dengan mengharuskan beberapa agen khusus Departemen Kehakiman California, lembaga negara pertama yang mengadopsi aturan itu, untuk mengenakan kamera di badan.

Ia juga meluncurkan database yang memungkinkan publik melihat statistik kejahatan - tetapi dia masih gagal mendapatkan daya tarik.

"Kamala adalah seorang polisi" menjadi kalimat yang umum digunakan dalam kampanye, hal yang merusak upaya Harris untuk memenangkan basis Demokrat yang lebih liberal selama pemilihan pendahuluan.

Tetapi kredensial penegakan hukum yang sama itu mungkin terbukti bermanfaat dalam pemilihan umum mengingat Demokrat perlu memenangkan pemilih independen dan pemilih yang lebih moderat.

Baca Juga: Pernah Mengolok-oloknya, Donald Trump Ditampar Aktivis Berusia 17 Tahun: Tenang Donald, Tenang!

Sekarang, ketika AS bergumul dengan masalah rasial dan ada sorotan terkait kebrutalan polisi, Harris berada di garis depan untuk memperkuat suara kelompok progresif.

Harris mendukung Joe Biden dua bulan setelah kampanyenya sendiri tak berhasil.

Di acaratalk show, Harris menyerukan perubahan praktik-praktik kepolisian di seluruh AS.

Di Twitter, dia menyerukan penangkapan anggota polisi yang membunuh Breonna Taylor, seorang perempuan Afrika-Amerika berusia 26 tahun dari Kentucky dan dia sering berbicara tentang perlunya membongkar rasialisme sistemik di negara itu.

Ketika ada dorongan progresif untuk menghentikkan anggaran untuk kepolisian dan mengalihkannya ke program sosial - yang ditentang oleh Biden, Harris menyerukan untuk "menata ulang" keamanan publik.

Harris sering mengatakan bahwa identitasnya membuatnya cocok untuk mewakili mereka yang terpinggirkan.

Sekarang Biden telah menjadi pasangannya di Pemilu AS, Harris mungkin mendapat kesempatan untuk melakukan lebih dari itu dari dalam Gedung Putih.

Joe Biden bersama Kamala Harris.
Joe Biden bersama Kamala Harris.


Kini ia menjadi Wakil Presiden AS terpilih. Selamat Kamala Harris!***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x