Sentil Prancis di KTT ASEAN-PBB, Jokowi Tegas Nyatakan Kebebasan Berekspresi Tak Absolut!

- 15 November 2020, 15:08 WIB
Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi. /BPI Setpres/ Muchlis Jr.


GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan kebebasan berekspresi tidak absolut dan setiap warga serta negara diharapkan dapat saling menjaga toleransi antara umat beragama.

Hal itu diutarakan Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-PBB yang dilangsungkan secara virtual pada Minggu 15 November 2020.

Menurut Jokowi, di masa pandemi seperti ini, seluruh negara dan warganya seharusnya mengutamakan persatuan dan kerja sama untuk menanggulangi dampak virus corona (covid-19).

Namun, Jokowi merasa prihatin lantaran sikap intoleransi hingga kekerasan atas nama agama masih terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

"Di tengah pandemi seperti ini, Presiden menyatakan keprihatinan karena masih terus terjadi intoleransi dan kekerasan atas nama agama," seperti disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memaparkan poin-poin yang disampaikan Jokowi usai KTT ASEAN-Jokowi dalam jumpa pers virtual.

"Kalau dibiarkan, ini hanya akan mencabik harmoni dan menyuburkan radikalisme serta ekstremisme," sambung Retno.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. HUMAS SETNEG


Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia berpandangan bahwa kebebasan berekspresi tidak absolut.

"Nilai, lambang, dan sensitivitas beragama juga harus selalu dihormati. Di saat yang sama, Indonesia mengutuk segala bentuk kekerasan dengan alasan apa pun. Terorisme tidak ada kaitannya dengan agama," paparnya menambahkan.

Baca Juga: Didenda Rp50 Juta, Habib Rizieq Langsung Bayar Kontan

Isu toleransi beragama itu diutarakan Jokowi ketika serangkaian teror dan serangan terjadi di Prancis, Arab Saudi, dan Belanda yang disebut terjadi akibat penerbitan kembali karikatur Nabi Muhammad oleh majalah satire Charlie Hebdo.

Ilustrasi majalah Charlie Hebdo.
Ilustrasi majalah Charlie Hebdo.


Majalah satire asal Prancis itu kembali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad pada awal September lalu. Penerbitan itu dilakukan sehari sebelum persidangan 14 tersangka penembakan kantor Charlie Hebdo pada 2015 lalu yang dipicu oleh penerbitan karikatur serupa.

Akibat penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad, Prancis diguncang teror serangan dimulai pada 25 September lalu di mana seorang pria bersenjata pisau menusuk dua orang yang tengah merokok di depan gedung bekas kantor Charlie Hebdo di Paris. Tersangka merupakan pria 18 tahun asal Pakistan.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING MotoGP Valencia 2020: Ajang Rebutan Juara Dunia

Pada 16 Oktober lalu, seorang guru sejarah tewas dipenggal karena membahas karikatur tersebut di kelasnya dengan dalih pelajaran tentang kebebasan berekspresi. Tersangka merupakan pria 18 tahun berasal dari Chechnya.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron.


Ketegangan tersebut kian diperkeruh dengan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mendukung publikasi karikatur Nabi Muhammad. Menurutnya, publikasi itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan berbicara.

Baca Juga: Joe Biden Menang Pilpres AS 2020, Gedung Putih Siapkan Periode Kedua Donald Trump

Macron juga semakin menuai kritik dari dunia internasional, terutama negara mayoritas muslim setelah mengatakan bahwa Islam tengah berada dalam krisis.

Macron juga menghubungkan teroris dengan Islam dengan menyebutkan bahwa Prancis akan memerangi terorisme Islam pasca-pemenggalan guru sejarah.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x