Peristiwa tsunami bermula ketika pada 22 Desember 2018, pukul 21.03 WIB (14:03 UTC), Anak Krakatau meletus dan merusak peralatan seismografi terdekat, meskipun suatu stasiun lain mendeteksi getaran terus-menerus.
Pukul 21.27 WIB, BMKG mendeteksi suatu tsunami di pesisir barat Banten, meskipun tidak ada peristiwa tektonik.
Menurut fakta yang ada, terjadi longsoran dari Gunung Krakatau sebanyak 64 hektare yang memicu goncangan yang berujung kepada tsunami.
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi untuk perairan sekitar selat Sunda.
Baca Juga: Perayaan Nataru 2023 Di Bandung Tak Ada Pembatasan Kapasitas
Tercatat tinggi gelombang tsunami berkisar 90 sentimeter (35 in) di Serang dan 30 sentimeter (12 in) di Lampung, dengan ketinggian maksimal 2 meter (6,6 ft).
Gelombang itu sempat tercatat dalam cuitan Twitter BMKG, sebelum pada akhirnya dihapus pada pukul 01.01 WIB.
Akhirnya, BMKG memverifikasi tsunami memang terjadi pada sekitar 21.30 WIB, beriringan dengan kondisi gelombang tinggi karena bulan purnama di Selat Sunda pada 21-25 Desember.
Pada 25 Desember, Humas BNPB menyatakan bahwa 429 orang meninggal, 1.485 orang luka-luka, 154 orang hilang, 16.082 orang mengungsi.
Korban dan kerusakan yang terdampak ialah dari Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Tanggamus.