Sistem Zonasi dalam PPDB SMA dan SMK di Jabar Disarankan Dihapus

15 Juni 2023, 15:04 WIB
Aa Maung (kanan) dan nara sumber lain dalam acara Diskusi Galang Aspirasi Politik (Gaspol) yang digelar PWI Pokja Gedung Sate bertajuk 'PPDB Jabar Objektif dan Transparan, Peserta Didik Bahagia Lanjutkan Pendidikan', Kamis, 15 Juni 2023./IST /

GALAMEDIANEWS - Pemerhati pendidikan Jawa Barat mengusulkan agar sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA, SMK dan SLB di Jabar dihapuskan mulai tahun depan.

Penghapuskan tersebut dinilai perlu dilakukan karena saat ini pemerintah belum siap dalam melaksanakan proses PPDB dengan sistem zonasi.

"Dari tahun 2014 sampai dengan sekarang, pemerintah belum mampu untuk menyetarakan fasilitas, sarana dan prasarana sekolah di Jabar. Mungkin nanti juga berkaitan dengan pembiayaan, pendanaan dan lainnya," tutur Ketua Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan (LBP2) Jabar, Asep B Kurnia.

Baca Juga: Harga Tiket The Flash 2023 Sub Indo Kualitas Full HD Terbaru disertai Jadwal Tayang hingga Sinopsis Lengkapnya

Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Aa Maung saat menjadi nara sumber pada acara Diskusi Galang Aspirasi Politik (Gaspol) yang digelar PWI Pokja Gedung Sate bertajuk 'PPDB Jabar Objektif dan Transparan, Peserta Didik Bahagia Lanjutkan Pendidikan', Kamis, 15 Juni 2023.

Aa Maung menyarankan agar proses PPDB di tahun depan lebih banyak membuka jalur untuk prestasi akademik ketimbang zonasi. Menurutnya, dengan mengacu pada prestasi akademik, maka proses PPDB akan semakin fair.

"Asumsinya mungkin akan lebih fair lagi jika ada testing. Kondisi pendidikan di Indonesia, khususnya di Jabar saat ini betul-betul saya rasa pemeritnah belum siap untuk zonasi," tambah Aa Maung.

Digunakan Kota Bandung

Ia mengungkapkan, sistem zonasi tidak ujug-ujug diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut bermula dari sistem PPDB yang digunakan oleh Kota Bandung pada 2014.

"Seingat saya, zonasi itu adalah awalnya rayonisasi Kota Bandung tahun 2014 dan dianggap berhasil. Padahal fakta di lapangan, belum waktunya atau belum berhasil, tapi diadopsi pemerintah pusat jadi zonasi," jelasnya.

Baca Juga: Deretan Musisi Pengusung Genre Jamaican Sound Ramaikan Jakarta Fair 2023, Penonton Siap Bergoyang Skanking

Aa Maung menilai, hal itu merupakan gambaran apabila pendidikan di Indonesia dicampuri urusan politis. Rayonisasi digemborkan seolah berhasil diterapkan di Kota Bandung dan pantas diadopsi di lingkup yang lebih luas.

"Dengan harapan (sistem zonasi) hilangnya sekolah favorit. Saya melihat adanya zonasi itu tidak bisa menghilangkan asumsi masyarakat sekolah favorit," ujarnya.

Dikatakan Aa Maung, pola pikir masyarakat saat ini menganggap sekolah favorit masih ada. Pasalnya, mereka melihat sekolah tersebut lebih bagus pelayanan, sarana prasarana dan infrastrukturnya.

Aa Maung pun menyimpulkan, sejak awal sistem zonasi diterapkan selalu saja ada masalah. Bagaimana pun sistem PPDB diutak-atik akan muncul banyak masalah.

"Termasuk paradigma anggapan orangtua pasti selama ini tidak transparan," tandasnya.

Menyulitkan

Lebih lanjut, ia pun menyampaikan, sejumlah pegiat pendidikan berencana mengajukan judicial review Permendikbud No 1 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA) terkait dengan aturan zonasi PPDB. Aa Maung pribadi akan mendukung langkah tersebut.

"Saya tentunya mendukung judicial review ini. Semoga saja bisa membuahkan hasil dan sistem zonasi PPDB akan dihapuskan," tandasnya.

Baca Juga: KPK Periksa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya menyambut baik rencana judicial review aturan zonasi PPDB.

"Bicara soal judicial review kebijakan zonasi, secara moral kami dukung," katanya.

Pria yang akrab disapa Gus Ahad ini menyatakan, sistem zonasi memang menyulitkan. Permasalahan itu tak hanya dirasakan oleh Jabar, tapi juga provinsi lain seperti Jateng dan Jatim.

Menurut politisi dari PKS ini, sistem zonasi sebenarnya hanya tepat diterapkan di DKI Jakarta.

"Sistem zonasi ini memang nyusahin. Saya kira cuma DKI Jakarta saja yang bisa lakukan zonasi karena ada kecukupan fasilitas SMA dan SMK," ujarnya.

Bicara Bandung Raya saja, lanjut Gus Ahad, sistem zonasi tak bisa dilakukan sama sekali. Bahkan saat ini yang sedang berjalan pun selalu memunculkan permasalahan.

"Jadi saya kira Jabar ini tidak bisa zonasi-zonasian. Bandung saja misalnya, lihat saja radius dari sekolah, berapa yang diterima. Petakan maka akan banyak blank spot-nya. Makanya kami akan mendukung judicial review aturan zonasi PPDB," pungkas Gus Ahad.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler