Menengok Kefitrahan (Idul Fitri) dari Sampah

- 7 Mei 2022, 10:21 WIB
Rahmat Suprihat, Aktivis Peduli Lingkungan Jabar./dok.IST
Rahmat Suprihat, Aktivis Peduli Lingkungan Jabar./dok.IST /

GALAMEDIA - Lebaran (Idul Fitri) merupakan momentum setiap orang untuk kembali ke Fitrahnya yang paling terbaik.

Sebuah identitas tentang menempatkan manusia dalam posisi yang paling mulia yaitu kembali kepada kesucian.

Bentuk nyata dari hadirnya fitrah itu dapat kita apresiasi dari berbagai tindakan nyata setiap manusia di ruang-ruang aktivitas kehidupannya.

Gambaran itulah yang sejatinya akan menempatkan posisi yang tidak terbantahkan tentang bagaimana kemuliaan manusia itu berada setelah diupayakan dalam kawah candradimuka Ramadhan.

Salah satu hal yang paling mudah terapresiasi dari pertanyaan tentang bagaimana manusia (masyarakat) itu menempatkan dirinya sebagai figur yang fitrah salah satunya dengan melihat bagaimana dirinya bertanggung jawab terhadap sampahnya.

Baca Juga: ONE WAY Arah Jakarta Mulai Diterapkan, Seluruh Pintu Masuk Tol ke Arah Cikampek Ditutup

Bagaimana seseorang itu mengetahui dan paham tentang apa yang semestinya dilakukan dengan sampah yang diproduksinya.

Satu hal yang terapresiasi dimana lebaran dijadikan sebagai momentum kebersamaan di ruang-ruang publik, justru menggambarkan hal yang semestinya tidak terjadi karena Idul Fitri sudah memposisikan manusia kepada kefitrahan yang hakiki.

Sudut-sudut destinasi wisata dimana masyarakat banyak berkumpul dalam selimut silaturahmi justru kita mendapatkan potret yang sangat menyedihkan.

Betapa tidak karena kenyataan menggambarkan masyarakat masih jauh dari esensi kemerdekaan egoisme pribadi yang sejatinya setiap orang harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Sampah-sampah berserakan disetiap pusaran mobilitas manusia, potret tentang Alun-Alun Kota Bandung yang kotor karena sampah, Kebun Binatang pun sama.

Hampir di setiap pantai bahkan di gunung sekalipun potret tentang masih jauhnya budaya lmasyarakat terhadap kepedulian pada alam.

Dan ini menjadi hal yang paling nyata bahwa lebaran atau Idul Fitri masih belum mampu menghantarkan manusia atau masyarakat ke ruang-ruang kemuliaan dirinya.

Memang perubahan budaya bukanlah hal yang paling mudah dan perubahannya pun tidak semudah membalikan telapak tangan.

Perlu dan harus banyak upaya yang dilakukan oleh siapapun termasuk oleh pihak yang memiliki kapasitas dan kewenangan serta tanggung jawab di dalam ruang pengabdiannya untuk senantiasa tidak pernah lelah mencari solusi melalui edukasi, sosialisasi dan bahkan menjadi eksekutor yang paling depan dalam bentuk memberikan contoh keteladanan.

Baca Juga: Update Jadwal Buka Tutup Jalur Puncak Hari Ini Sabtu 7 Mei 2022

Ketersediaan fasilitas pun menjadi hal utama yang harus mengiringi semua tindakan tersebut.

Sangat diyakini bahwa pendidikan terbaik dalam membangun kepedulian terhadap budaya nyampah yang semestinya adalah dengan memberikan keteladanan.

Artinya, manakala berteriak jangan nyampah sembarangan idealnya kita-lah yang lebih dulu bertanggung jawab terhadap sampah dan mungkin kita memberikan contoh terbaik dengan sampah yang kita temui.

Hal lain yang dapat disimpulkan dari kebiasaan nyampah sembarangan sebagian masyarakat di tempat destinasi wisata ini, secara jelas menggambarkan bahwa ruang-ruang pendidikan masih memiliki tugas terberat dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat pendidikan melalui tupoksi yang dimilikinya.

Karena, yakinkanlah bahwa ruang pendidikan merupakan ruang yang sangat efektif dalam membangun semangat perubahan budaya pengelolaan sampah.***

Penulis
Rahmat Suprihat
Aktivis Peduli Lingkungan Jabar

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x