Menggantang Subholding Pertamina Go Public

- 7 Juli 2020, 15:05 WIB
/

PT Pertamina (persero) telah merestrukturisasi anak usaha dengan membentuk subholding. Keputusan tersebut merupakan bagian dari peta jalan program Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dalam rangka pembentukan dan penguatan pertamina sebagai holding migas.

Hal ini dilakukan Pertamina lantaran cita-citanya untuk menjadi perusahaan Global Energi Terdepan dengan Nilai Valuasi Pasar US$ 100 miliar dan menjadi Top 100 Global Fortune pada tahun 2024. Tentu saja pembentukan subholding sangat mendukung asa Pertamina ini.

Subholding sendiri nantinya akan mendorong operational excellence, melalui sinergi bisnis, mempercepat pengembangan bisnis dan kapabilitas bisnis eksisting, meningkatkan lifting gas di sektor hulu serta memperkuat kemampuan kemitraan dan pendanaan agar lebih menguntungkan perusahaan.

Adapun dua subholding Pertamina yang diwacanakan akan dilepas ke lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu subholding pelayaran dan energi terbarukan. Dalam konteks ini, pemberlakuan IPO dua subholding akan berdampak positif terhadap pendapatan perseroan. Sebab subholding Pertamina yang sudah melakukan IPO, bisa menyerap dana dari masyarakat, tidak perlu lagi menggunakan uang pribadi, bahkan berutang.

Baca Juga: 12.500 Hektare Lahan Kawasan Industri Siap Ditawarkan ke Investor

Selain itu, IPO juga membuat Pertamina terpacu dalam menerapkan prinsip good governance dan memperbagus tata kelola organisasi. Hal ini dikarenakan IPO mewajibkan perusahaan untuk senantiasa menerbitkan laporan keuangan kepada publik. Publikasi dari laporan ini, nantinya dapat dilihat progres keuangannya oleh publik dan investor.

Di samping itu, tata kelola organisasi yang transparan juga dapat mencegah praktik mafia migas dalam menggelapkan keuangan. Sehingga kelak setelah IPO, subholding dapat meminimalkan biaya operasional rente. Dan holding Pertamina pun dapat disehatkan cash flow-nya

Peluang

Terlebih lagi, kinerja IHSG sedang membaik, dimana diprediksikan akan mencapai level 5.000 dalam waktu dua bulan, dari yang sebelumnya pernah anjlok. Di samping itu per 5 Mei, secara umum ada 61 perusahaan yang melakukan IPO dengan total penawaran senilai Rp 29,1 triliun. Baik level IHSG dan tren IPO, keduanya menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi. Dengan demikian, subholding Pertamina bisa mengambil kedua celah tersebut untuk melaksanakan IPO.

Harus Berhati-hati

Akan tetapi, ada risiko yang harus dicermati, tepatnya mengenai produksi Pertamina di sektor hulu tahun ini yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Tercatat pada tahun ini, produksi migas diprediksi akan mencapai 894 ribu barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/BOEPD). Sedangkan pada tahun 2019, Pertamina memproduksi migas sebesar 901 ribu BOEPD. Adanya kebutuhan stimulus hulu migas tahun ini, juga mengindikasikan kurang optimalnya penjualan migas Pertamina.

Baca Juga: Ridwan Kamil Komentari Kasus Denny Siregar: Yang Melanggar Hukum Harus Bertanggung Jawab

Penurunan jumlah produksi dan adanya stimulus hulu migas menandakan bahwa komoditas milik Pertamina ini kurang menarik di mata global. Dan adanya pandemi turut memperburuk harga dan permintaan migas Pertamina.

Kurangnya iklim yang mendukung ini, akan menyebabkan IPO terhambat. Apalagi sejak kesepakatan UNFCC Paris, tidak ada lagi bank dan lembaga keuangan yang mau investasi besar di fosil. Dalam rentang waktu 2025-2030, investasi diprediksi akan benar-benar berhenti. Kemungkinan terburuknya, subholding dalam waktu dekat, menengah, dan panjang, belum tentu bisa memperoleh pendapatan yang prima.

Solusi

Tentu saja yang kita harapkan bersama adalah Pertamina dengan tata kelola organisasi yang sehat, pendapatan yang surplus, dan terbebas dari lilitan utang. Sebab kemelut perseroan ini sangat berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak. Sehingga IPO dari subholding pun menjadi salah satu tumpu penyelesaian polemik migas ini. Oleh karena itu, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan memaksimalkan IPO.

Pertama, Pertamina merancang strategi pemerolehan pendapatan dalam waktu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, yang berbasiskan IPO subholding. Selain itu, rancangan ini wajib memperhitungkan faktor prediksi harga dan permintaan migas beberapa tahun ke depan. Kedua, merencanakan ulang belanja modal, efisiensi biaya operasi, dan lain-lainnya agar ketika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), IPO tidak tersusun berantakan.

Ketiga, hasil yang didapatkan dari IPO, seyogyanya digunakan untuk melindungi Pertamina dari utang. Sebab imbas pandemi, harga migas tidak pasti. Mengingat pandemi belum diketahui kapan berakhirnya, maka bisa saja harga migas tidak stabil sampai waktu yang tidak menentu. Maka dari itu, sebaiknya Pertamina berfokus pada ketahanan organisasi ketimbang mengembangkan banyak modal yang terlampau berlebihan.

Baca Juga: Sanggar Humaniora Terima Bantuan Sembako dari Presiden

Terakhir, sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan relaksasi IPO di pasar modal. Serta, menciptakan iklim yang membuat investor optimis untuk menanam saham di subholding Pertamina.

Penulis : Habibah Auni
Mahasiswa Teknik Fisika UGM.

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x