Kisah Haru Pengalaman Komedian Asal Bandung Berjuang Melawan Covid-19

- 21 Desember 2020, 14:16 WIB
Popon Poningsih
Popon Poningsih /whatsapp

GALAMEDIA - Syok dan sedih itu yang dirasakan komedian Sunda asal Kota Bandung, Popon Poningsih, saat dirinya diberitahu pihak Puskesmas Coblong ada empat (4) dari tujuh (7) anggotanya yang positif terpapar Covid-19. Kabar itu terjadi pada pertengahan November lalu, yang membuat Popon berputar otak untuk bisa memisahkan tiga (3) anggota keluarga lainnya, yakni ibu dan anaknya agar tidak bersatu (campur) dengan anggota keluarga lainnya yang terpapar Covid-19.

"Waktu itu saya syok berat, reuwas dan tidak bisa berpikir harus berbuat apa. Tetapi setelah mendapat penjelasan dari pihak Puskesmas dan beristigfar, akhirnya saya menemukan jalan untuk memisahkan anggota yang positif dengan yang tidak terpapar (negatif) Covid-19)," ujar Popon saat berbincang dengan Galamedia, Senin 21 Desember 2020.

Popon kemudian memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di rumahnya, yang kebetulan memiliki dua lantai. Tiga orang yang positif Covid-19 mendiami lantai atas (dua), dan tiga yang negatif di lantai dasar. Sedangkan satu orang lainnya mengisolasi mandiri di Hotel Utari sesuai arahan dari piahk Satgas Covid-19 Kota Bandung.

Baca Juga: Tsunami Sering Terjadi di Indonesia, Ini Doa Tolak Bala Agar Terhindar dari Bencana

"Sebenarnya saya eneg dan kesal juga pada Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung. Katanya siap melayani 24 jam, tapi setelah ditelapon berkali-kali, tidak ada jawaban (telpon tak diangkat). Saya akhirnya bisa menghubungi Satgas penangan Covid-19 Pusat di Jakarta, namun tetap saya diarahkan untuk menghubungi Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung. Karena saya sudah hilang kepercayaa pada Satgas penanganan Covid-19 Kota Bandung, saya kemudian menghubungi Puskesmas Coblong dan mendapat arahan untuk segera melakukan isolasi mandiri di rumah," terangnya.

Setelah enam hari melakukan isolasi mandiri di rumah, akhirnya tiga anggota keluarganya kemudian dibawa ke Hotel Utari Dago untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Popon pun kemudian bertanya lagi ke pihak Puskesmas Coblong, bagaimana dengan yang negatif?

Pasalnya, selama enam hari isolasi mandiri Popon dan keluarganya merasa dikucilkan oleh para tetangga bahkan oleh pihak RT dan RW. Popon mengaku dirinya tidak melapor pada Ketua RT dan RW setempat di Kelurahan Sekeloa, jika ada anggota keluarganya yang terpapar positif Covid-19 karena hasil tes swab belum keluar.

Baca Juga: Tagar #tangkapanakpaklurah Menggema, Gibran: Kalau Ada Buktinya Sini

"Hasil tes Swab keluar tanggal 18 November setelah dilakukan tes pada 15 November 2020. Selama itu saya tidak melapor ke RT dan RW untuk menjaga stabilitas lingkungan tetangganya. Setelah hasil tes swab keluar, baru pihak RT datang ke rumah walau harus di luar, sambil berkata bahwa Popon dan keluarga harus diisolasi di luar (tidak di rumah), karena para tetangga rame dan tidak mau tertular Covid-19," terang Popon meniru ucapan RT.

Mendengar perkataan Ketua RT, Popon pun naik pitam dan merasa sedih, karena secara tidak langsung dia dan keluarganya telah dikucilkan oleh para tetangganya dan oleh pihak RT dan RW. Setelah melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas Coblong, akhirnya tiga anggota keluarganya yang harus isolasi mandiri di luar (di Hotel Utar) menyusul adiknya yang telah lebih dulu diisilasi mandiri disana.

Walaupun sudah dinyatakan negatif oleh pihak puskesmas, Popon dan keluarga tetap mendapat perlakukan tidak mengenakan dan teatp dikucilkan oleh para tetangganya, apalagi yang bagi dinyatakan positif. Bantuan yang diberikan oleh pihak luar (tetangga dan RT)/RW) kebanyakan ada yang dilempar ke depan pintu tanpa berkata apa-apa.

Baca Juga: Keluarga Enam Laskar FPI Ngaku Dapat Teror, Komnas HAM: Ini Menjadi Atensi Kita Semua

"Saya sebenarnya tidak butuh bantuan, karena masih mampu malaupun harus kehilangan pekerjaan dan harta benda yang dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saya merasa tidak enak kalau harus dibantu, apalagi cara memberi bantuannya dengan cara seperti itu. Hal itu seperti itu lebih sakit dari penyakit Cobid-19 itu sendiri. Kami sekeluarga adalah orang, bukan binatang. Hargailah layaknya orang sehat seperi lainnya. orang yang terkena Covid-19 bukanlah aib," jelasnya.

Popon mengakui jika banyak tawaran pekerjaan sebagai MC (pembawa acara) di berbagai daerah, akhirnya dilepas dan tidak diterima alias ditolak . Ia berterus terang kepada pemberi pekerjaan jika ada anggota keluarganya yang positif terpapar Covid-19. Popon lakukan hal itu, agar dirinya tidak dituduh sebagai carieer (pembawa) virus Covid-19 ke daerah lain.

"Saya lakukan itu ikhlas dan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat, bahwa sekalipun sehat tapi bisa saja sebagai carieer. Dan saya tidak mau egois dengan hal itu, walaupun saya harus kehilangan pekerjaan, yang penting orang lain sehat, termasuk keluarga saya," ujarnya.

Baca Juga: Cegah Covid-19, PMI dan Unla Gelar Penyeprotan Disinfektan dan Bagikan Paket untuk PHBS  

Sebelum dan sesudah melakukan isolasi mandiri, Popon dan anggota keluarga lainya selalu menjalankan protokol kesehatatan 3M (mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak dan mengankan masker), terutama saat keluar rumah tidak lepas dari masker. Walaupun saat ini, Popon menjaga diri untuk tidak sering keluar rumah, takut digunjing oleh para tengga, itu yang mambuat lebih sakit.

"Saya sekarang jarang keluar rumah, kecuali ada keperluan mendesak termasuk jika ada pekerjaan," katanya.

Popon berharap pada pemerintah Kota Bandung maupun para pejabat lainnya, janganlah memperhatikan seniman yang banyak duit dengan mengajaknya menjadi pembawa acara atau diajak mensosialisasikan protokol kesehatan 3M di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Berani Beda, Berikut Ide Hadiah Natal Serba Orange

"Ajaklah kami seniman lokal (kecil) yang hidupnya hanya menggantungkan dari acara hajatan (kawinan maupun sunatan) atau acara lainny. Selama ini, kami seniman lokal (tradisional) jarang bahkan ada yang tidak sama sekali mendapat bantuan dari pemerintah," katanya.

"Mungkin bagi para pejabat atau orang yang berada, ketika terpapar positif Covid-19 akang langsung mendapat penanganan secara esktra. Bahkan, mungkin mereka tidak berfikir bagaimana isolasi mandiri, makan mauupun keperluan lain anggota keluarganya, termasuk swab mandiri karena banyak uang. Kami mah yang miskin, ketika disuruh isolasi mandiri, pikiran langsung kemana-mana. Ya itu tadi, karena gak ada uang, apalagi harus isolasi mandiri yang harus bayar 900 ribu hingga satu juta dua ratus ribu rupiah," tambahnya.

Walaupun banyak mendapat hal yang diluar dugaan, Popon tetap tabah dan ikhlas menghadapi cobaan dari Allah tersebut. Popon terus melakukan edukasi dan sosialisasi melalui media sosial yang dimilikinya soal Covid-19, bagaimana cara mencegah dan memutus mata rantai Covid-19, yakni tetap disiplin melakukan protokol kesehatan 3M dimanapun juga.

Baca Juga: DPR Anggap Pemerintah Tak Punya Transparansi, Hanya Narasi Soal Vaksin Covid-19

"Setidaknya saya bia memberikan hal baik kepada orang-orang, walaupun hanya melalui media sosial. Semoga hal ini menjadi jalan dan berkah bagi saya untuk lebih mengingat lagi Allash SWT Sang Pencipta. Saya yakin virus Covid-19 ini akan segera berlalu di bumi Indonesia," pungkasnya.***

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x