Suami Wajib Bayar Utang Istri Walau Sudah Cerai? Begini Penjelasannya

- 27 Juni 2020, 02:20 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. /


GALAMEDIA - Seorang suami tentunya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yakni anak-anak dan istrinya. Lalu bagaimana jika sang istri berutang, apakah hal itu menjadi tanggungan seorang suami? Bagaimana pula jika telah bercerai?

Untuk menjawab hal itu, perlu mengetahui jenis-jenis utang istri. Utang istri ini terbagi dalam dua jenis.

1. Utang pribadi untuk kebutuhan pribadi atau untuk kebutuhannya sendiri dan kebutuhan tersebut di luar nafkah yang diwajibkan atas suaminya. Seperti seorang istri membeli perhiasan tertentu, dan pembelian itu bukan atas tanggung jawab suaminya. Tapi atas tanggung jawab dia sebagai seorang pribadi, maka utang tersebut menjadi kewajiban dan tanggung jawab si istri untuk membayarnya.

2. Utang untuk kebutuhan rumah tangga, baik itu untuk kebutuhan istri atau kebutuhan anak-anak atau untuk kebutuhan bersama. Utang tersebut termasuk pada urusan yang merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami dalam memberi nafkah. Utang yang jenis ini menjadi tanggung jawab suami untuk membayarnya.

Baca Juga: WHO Ngaku Tak Punya, Bill Gates Ungkap Soal Penemuan Vaksin Covid-19

Dalam kehidupan rumah tangga suami memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan anak dan istri berupa kebutuhan dasar, yaitu makanan, pakaian hingga tempat tinggal. Begitu pun untuk kebutuhan penunjang seperti pengobatan dan pendidikan untuk anak. Hal ini dikenal dengan kewajiban suami dalam memberi nafkah.

Tanggung jawab nafkah anak istri merupakan kewajiban seorang suami yang bersifat tetap. Artinya tetap harus dipenuhi oleh suami dan menjadi utang atas diri suami tersebut kalau dia tidak membayarnya.

Jika seorang suami safar ke luar negeri dan dia terhalang untuk mengirim uang, sehingga istri menafkahi diri dan anaknya dari hasil pinjaman, maka pinjaman tersebut menjadi utang dan tanggung jawab suami.

Baca Juga: PPPA Daarul Qur'an Galakkan Berbagi Masker di Pasar-pasar Tradisional

Kewajiban memberi nafkah adalah kewajiban yang melekat pada suami. Kalau tidak dilaksanakan akan menjadi utang yang berada pada tanggung jawabnya.

Allah Ta’ala berfirman, "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf." (QS. Al Baqarah: 233).

Allah Ta’ala berfirman, "Diperintahkan bagi orang yang mampu (suami) memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya." (QS: At Thalaq: 7).

Pada kedua ayat tersebut menjelasan bahwa nafkah itu merupakan tanggung jawab suami. Sehubungan dengan hal itu kewajiban yang diperintahkan tersebut harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan maka akan menjadi utang yang harus dipenuhinya. Seperti seseorang tidak melaksanakan perintah puasa karena dia sakit, maka dia wajib menggantinya setelah dia sehat.

Baca Juga: Selamatkan Pengangguran dan Korban PHK, Ini Solusi Pengamat Ekonomi

Jumhur ulama berpendapat bahwa, “kewajiban memberi nafkah telah melekat pada diri seorang suami dan jika dia tidak melaksanakannya maka kewajiban itu menjadi utang atasnya, dan hal itu tidak memerlukan keputusan pengadilan atau penerimaan dari suami”.(Al Mufashal fi ahkamil mar’ah, Abdul Karim Zaidan, 7/178).

Dari penjelasan ini dapat kita pahami bahwa utang yang dipertanyakan adalah utang yang menjadi tanggung jawab suami dan suami yang wajib melunasinya, baik itu atas persetujuan dia atau tidak karena utang tersebut adalah untuk nafkah yang merupakan kewajiban suami, dan melekat pada dirinya.

Oleh karena itu walaupun telah terjadi perceraian maka dia wajib membayarnya karena yang punya utang adalah dirinya.

Wallahu a’lam.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x